2020, BEI Bakal Optimalkan Transaksi ETF di Pasar Sekunder

Lombok – Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi menyatakan bahwa optimalisasi transaksi instrumen reksa dana saham (ETF) di pasar sekunder akan menjadi fokus BEI pada 2020. Untuk itu bursa berencana mengubah maximum price movement ETF.

Tahun depan, BEI memiliki dua rencana kerja, yakni pengembangan Penyelenggara Pasar Alternatif dan pengembangan produk maupun layanan kebursaan. “Kami akan fokus mengoptimalkan perdagangan ETF di secondary market,” ujar Inarno di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Jumat (25/10).

Inarno bilang, fokus BEI dalam pengembangan produk dan layanan di pasar akan dilakukan dengan melakukan perubahan maximum price movement pada instrumen ETF. “Pada dasarnya untuk sementara ini, produk ETF sudah cukup banyak. Sudah ada sekitar 30 ETF,” tuturnya.

Berdasarkan data BEI, saat ini sudah ada 35 produk ETF, sedangkan yang dicatatkan sepanjang 2019 sebanyak sebelas ETF. Produk terakhir yang dicatatkan hari ini (25/11) adalah ETF yang diterbitkan oleh PT Aurora Asset Management dengan kode XASG. Sedangkan, selama 2018 hanya ada delapan ETF yang dicatatkan di BEI.

Lebih lanjut Inarno mengatakan, meski jumlah ETF sudah menunjukkan pertumbuhan positif, namun aktivitas transaksinya di pasar sekunder masih sangat terbatas. “Cuma saja di pasar secondary-nya ETF memang masih sangat limited. Oleh karena itu, kami akan relaksasi terhadap ETF,” katanya lagi.

Dia menyebutkan, rencana relaksasi untuk pengembangan produk ETF berupa keringanan di sisi perpajakan. BEI akan meninjau penghapusan pajak final Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi ETF. Saat ini, tarif pajak final PPN transaksi Bursa sebesar 0,01 persen.

Lebih lanjut Inarno mengungkapkan, BEI memutuskan untuk menghapus biaya transaksi (levy fee) untuk instrumen ETF. Sebelumnya disebutkan bahwa penghapusan levy fee sudah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Levy-nya kami hapuskan malah, agar di secondary market menjadi lebih baik,” imbuh Inarno.

Menurutnya, peran dealer perticipant sebagai pihak yang bisa menciptakan likuiditas di pasar masih kekurangan insentif. Pasalnya, pada penawaran jual maupun beli yang dilakukan oleh dealer participant masih memiliki spread yang lebar.

Melalui penghapusan levy fee yang sebesar 0,03 persen diharapkan Inarno akan menciptakan spread yang lebih sempit dan pada akhirnya bisa mengundang investor untuk memiliki ETF. “Itu semua kami lakukan agar secondary market kita untuk ETF menjadi lebih baik dan bisa atraktif. Pengahapusan levy itu akan berdampak positif,” tutupnya. (*)

Paulus Yoga

Recent Posts

Kembali Pimpin ASBISINDO, Hery Gunardi Optimistis Masa Depan Perbankan Syariah Nasional

Jakarta – Hery Gunardi kembali terpilih sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO) periode… Read More

8 mins ago

IHSG Diprediksi Melemah Dampak Kemenangan Trump di Pilpres AS

Jakarta –  Pilarmas Investindo Sekuritas melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal hari ini… Read More

1 hour ago

Harga Emas Anjlok Hampir 3 Persen Usai Trump Menang Pilpres AS

Jakarta - Harga emas merosot ke level terendah dalam tiga minggu pada Rabu, 6 November… Read More

1 hour ago

Wahai Bankir! Aturan Hapus Tagih Kredit Macet Tak Menghilangkan Pasal “Karet” Kerugian Negara

Oleh: Eko B. Supriyanto, Pimpinan Redaksi Infobank Media Group KREDIT “mangkrak” atawa kredit macet usaha… Read More

2 hours ago

CIMB Niaga Dorong Optimalisasi Transaksi Mata Uang Lokal Antarnegara

Suasana saat acara customer gathering bertajuk “The New Way Local Currencies Transaction”, yang digelar di… Read More

11 hours ago

Bank Mandiri Pastikan Penghapusan Utang UMKM Tak Pengaruhi Kinerja Keuangan

Jakarta – Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024… Read More

12 hours ago