The Fed masih akan kembali menaikan suku bunganya dua sampai tiga kali di 2016. Dwitya Putra
Jakarta–The Federal Reserve atau Bank Sentral Amerika Serikat yang biasa disebut The Fed beberapa waktu lalu telah menaikan suku bunganya 0,25% menjadi 0,50%. Kenaikan ini seiring keyakinan Bank sentral Amerika Serikat yang percaya, bahwa ekonomi dalam negerinya akan semakin kuat.
Hal ini memang ditunggu-tunggu banyak pihak, termasuk investor. Karena selama ini issu kenaikan suku bunga AS telah menimbulkan ketidak pastian di dalam negri sepanjang 2015. Hasilnya, akibat ketidakpastian tersebut membuat kondisi domestik dalam negeri terguncang.
Nilai tukar Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)pun melemah tajam sejak masuk pertengahan tahun 2015. Dimana nilai tukar Rupiah menyentuh sekitar Rp14.000/ USD dan IHSG merosot hingga level 4.100.
Namun bagaimana dengan kondisi di 2016, apakah tahun depan kondisi ekonomi di Indonesia akan jauh lebih baik dari 2015? Terlebih kabarnya The Fed akan kembali menaikan suku bunga secara rutin.
Beberapa pengamat ekonomi dan pasar modal tidak sedikit yang beranggapan kondisi tahun 2016 tidak akan jauh lebih baik dari 2015. Banyak tantangan yang harus dihadapi. Seiring masih menghantuinya kondisi perlambatan ekonomi beberapa negara di global. Termasuk negara China.
Ekonom Mandiri Sekuritas, Leo Putra Rinaldy mengatakan tahun depan ada dua tantangan yang akan dihadapi Indonesia. Pertama masalah Fed Fund Rate (FFR) dan masih berlanjutnya Pelemahan Ekonomi China.
Leo mengungkapkan The Fed masih akan kembali menaikan suku bunganya dua sampai tiga kali di 2016.
Kenaikan ini belum tentu di respon oleh kenaikan suku bunga acuan di beberapa negara lainnya, karena setiap negara dianggap punya tingkat pemulihan yang berbeda-beda termasuk Indonesia. Bahkan tidak menutup kemungkinan, meski FFR naik, BI rate justru turun.
” Dengan asumsi BI rate turun ke 7,0% dan fend fund rate akan naik 1%-1,25% di 2016, suku bunga Indonesia masih menarik secara historis dan dibandingkan peers,” jelas Leo dalam acara global economic outlook di Gedung Mandiri Jakarta, Senin, 21 Desember 2015.
Kendati demikian, Ia juga tidak menampik kenaikan FFR di 2016 akan diikuti oleh beberapa negara lain dengan menaikan suku bunganya. Beberapa negara tersebut dinilai harus mempunyai suku bunga tinggi karena resikonya lebih tinggi, salah satunya negara Brazil.
Namun yang jadi permasalahan di tahun depan, kata Leo yakni jika kenaikan FFR tersebut dilakukan tidak secara bertahap. Karena bisa membuat volatilitas pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar sangat bersar dan tidak terbatas.
Sementara jika FFR dinaikan secara berahap, nilai tukar Rupiah bisa melemah namun terbatas.
“Kenaikan FFR menjadi berisiko kalau dilakukan dalam wwaktu dekat, dan kenaikannya langsung diatas 125 bps,” jelasnya. (*)
Jakarta - PT Asuransi Allianz Life Syariah Indonesia (Allianz Syariah) terus berupaya meningkatkan literasi masyarakat tentang… Read More
Jakarta – Pesatnya perkembangan teknologi di era modern tidak hanya membawa kemudahan, tetapi juga meningkatkan… Read More
Jakarta - Bank Mandiri Taspen (Bank Mantap) terus menunjukkan komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan para nasabahnya,… Read More
Jakarta – Rencana aksi korporasi BTN untuk mengakuisisi bank syariah lain masih belum menemukan titik terang. Otoritas… Read More
Suasana saat penandatanganan strategis antara Dana Pensiun Lembaga Keuangan PT AXA Mandiri Financial Services (DPLK… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal kedatangan satu perusahaan dengan kategori lighthouse yang… Read More