Jakarta – Komitmen dan tanggungjawab Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dipertanyakan pasca terbitnya PP No.23/2020 yang merupakan aturan turunan dari Perppu No.1/2020. Pasalnya, PP tersebut menabrak UU dan memposisikan perbankan nasional sebagai pengganti peran KSSK. Dari peraturan tersebut terungkap bahwa terdapat 15 perbankan nasional beraset terbesar ditunjuk untuk menjadi penyangga likuiditas kebutuhan perbankan selama pandemi Covid-19.
Menanggapi hal tersebut Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Heri Gunawan mempertanyakan tanggung jawab dan komitmen KSSK. Sebab tugas KSSK merupakan hal yang mutlak ada atas keseluruhan proses termasuk proses awal penilaian Bank Peserta dan Bank Pelaksana, pengelolaan dana likuiditas hingga proses akhir.
Permasalahan sistem keuangan nasional menurutnya saat ini masih berkutat pada likuiditas saja dan belum terpuruk pada kondisi solvabilitas. Namun, perubahan mendasar pada prosedural juga tentunya memiliki dampak tertentu pada sistem perbankan nasional ke depan seiring ketatnya persaingan industri perbankan. Menurutnya, penunjukkan 15 bank tersebut berpotensi menurunkan kepercayaan publik dan nilai saham dari bank jangkar ini yang keseluruhanya merupakan perusahaan go publik.
“Potensi moral hazard tentu sangat terbuka karena dengan 99% pangsa pasar UMKM tentunya adalah bagian portfolio krusial masing-masing bank, apalagi mengingat portfolio ini adalah portfolio pembiayaan dengan kondisi bagus (koll 1 dan Koll 2), perlakuannya tentu berbeda dalam konteks business to business (bukan government to business),” jelas Heri melalui keterangannya di Jakarta, Rabu 13 Mei 2020.
Ia mengungkapkan, OJK sebagai regulator industri keuangan dalam hal ini semakin memperlihatkan ketidakmampuan institusi dalam melakukan fungsi pokoknya terkait pengawasan baik perbankan maupun IKNB. Parahnya, kelemahan fungsi regulator ini malah diperkuat dengan setujunya OJK dalam pemberian informasi dan pengalihan penilaian risiko oleh bank jangkar yang ditunjuk, dimana sejatinya kerahasiaan data bagi dan antar bank adalah hal yang sangat esensial.
Apabila anggota KSSK memang berniat untuk lebih fokus dalam menjalankan tupoksinya sehingga penyelenggaraan dana likuiditas perbankan ini ‘diserahkan’ ke Bank Peserta/Bank Jangkar, perlu diingat kembali bahwa hal tersebut akan menyalahi dari sisi hukum yang ada dan secara nyata menimbulkan moral hazard.
“KSSK sebagai penyelenggara pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan seharusnya bisa bertindak lebih jauh dalam mengemban tanggung jawab yang diamanahkan,” ucap politisi Partai Gerindra ini. (*)
Editor: Rezkiana Np
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More