RISE: Membangun Industri Humanis

RISE: Membangun Industri Humanis

Dunia Inklusif

Perhelatan Asian Para Games yang terlaksana di tanah air telah berhasil membuka mata banyak orang bahwa keterbatasan fisik bukan penghalang dalam mencapai sebuah prestasi. Decakan kagum dan ucapan selamat tak henti membanjiri para atlet-atlet disabilitas yang telah mengukir prestasi dari perolehan medali.

Pesta olahraga terbesar di Asia yang mengikutsertakan penyandang disabilitas itu merupakan salah satu contoh bahwa pemberian hak-hak disabilitas saat ini sedang menjadi perhatian besar, baik level nasional maupun internasional.

Berbagai ajang atau event kerap dibuat demi mewujudkan dunia inklusif, dunia yang terbuka bagi semua masyarakat, termasuk bagi penyandang disabilitas. Dunia inklusif adalah dunia yang terbuka bagi penyandang disabilitas, dunia yang membuka akses selebar-lebarnya dan mensupport penyandang disabilitas dalam segala sektor.

Semangat menuju dunia inklusif di tanah air ditandai pula dengan adanya Undang-undang No. 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Dalam Undang-undang tersebut dikatakan bahwa pemerintah berkewajiban menjamin pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, politik dan pemerintahan, kebudayaan dan kepariwisataan, serta pemanfaatan teknologi, informasi, dan komunikasi.

Dari kebijakan pemerintah tersebut, upaya pemenuhan hak-hak terhadap penyandang disabilitas di Indonesia pun sedikit demi sedikit bisa terealisasi. Sebagai contoh, dalam sektor pekerjaan, penyandang disabilitas saat ini diberi akses yang besar. Misalnya, pada rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), pemerintah membuka formasi khusus untuk penyandang disabilitas. Itu artinya, pemerintah Indonesia sudah memberi kesempatan yang cukup besar bagi penyandang disabilitas yang ingin menjadi abdi negara.

Di sisi lain, pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas juga dapat dilihat sebagai potensi pertumbuhan ekonomi negeri dari kacamata pelaku sektor industri keuangan. Potensi ini pula yang coba dieksplorasi oleh salah satu perbankan swasta terbesar di Indonesia, yaitu PT Maybank Indonesia atau Maybank Indonesia dengan membuat program pemberdayaan ekonomi bagi penyandang disabilitas bernama Reach Independence & Sustainable Entrepreneurship (RISE). Bahkan melalui program RISE, Maybank Indonesia berusaha membuat penyandang disabilitas menjadi pencipta lapangan pekerjaan lewat wirausaha.

“Selaras dengan misi kami, humanising financial services, Maybank Indonesia secara konsisten memberikan perhatian kepada individu maupun komunitas wirausaha penyandang disabilitas dengan berbagai program yang bertujuan untuk meningkatkan semangat pantang menyerah, percaya diri serta meningkatkan keterampilan hingga meningkatkan kapasitas usaha untuk mencapai masa depan yang mandiri dan sejahtera,” kata Presiden Direktur Maybank Indonesia, Taswin Zakaria, Minggu (25/02).

Peran Industri Keuangan dalam Merespon Dunia Inklusif

Minggu, 25 Februari 2018, di Hyatt Regency, Yogyakarta, Maybank Indonesia menggelar konferensi pers bersama awak media dalam rangka mengupas tuntas tujuan, visi, dan misi dari program RISE. Kegiatan yang dihadiri langsung oleh CEO Maybank Indonesia, Taswin Zakaria; CEO Maybank Foundation, Shahril Azuar Jimin; serta Chairman Maybank Group dan Maybank Foundation; Datuk Mohaiyani Shamsudin berlangsung selama kurang lebih 20 menit. Mereka menjelaskan secara jelas dan ringkas, latar belakang dibentuknya program RISE.

Presiden Direktur Maybank Indonesia, Taswin Zakaria mengatakan, kegiatan RISE termasuk dalam program pengembangan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) Maybank Indonesia. Di Yogyakarta sendiri, terdapat beberapa program Maybank Indonesia sejak tahun 2008. Program tersebut tentu saja sejalan dengan misi Maybank “humanising financial services”.

“Pemberdayaan ekonomi merupakan salah satu fokus CSR Maybank Indonesia. Selain RISE, program CSR yang sudah korporasi lakukan yakni program beasiswa untuk mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM), koperasi mitra dhuafa, mendukung sekolah luar biasa di Gunung Kidul, dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas Ojek Difa,” ujar Taswin, Minggu (25/02).

Secara garis besar, tujuan program RISE adalah membangun dan meningkatkan kapabilitas usaha para penyandang disabilitas sehingga dapat memberikan dampak positif bagi komunitas disekitarnya, serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Dalam rangka mensukseskan program ini, Maybank Foundation dan Maybank Indonesia turut menggandeng People Systems Consultancy, sebuah perusahaan sosial dengan keahlian dalam pelatihan dan konsultasi.

Lebih lanjut, RISE merupakan program pembinaan kewirausahaan, pemberdayaan ekonomi dan keuangan kepada komunitas penyandang disabilitas dibawah naungan yayasan sosial yang dimiliki Maybank Group, yakni Maybank Foundation. Program ini terdiri dari program pelatihan selama 3 (tiga) hari dan dilanjutkan dengan program mentoring terstruktur kepada para penerima manfaat selama 3-6 (tiga-enam) bulan.

Selama masa pelatihan, para peserta penyandang disabilitas dibekali dengan pengetahuan pengelolan keuangan, strategi pemasaran dan perubahan pola pikir alias mindset dalam mengelola usaha. Selanjutnya dalam program mentoring, para peserta pun didampingi mentor secara personal dalam rangka mengaplikasikan pengetahuan yang didapat selama pelatihan dalam kegiatan nyata.

Program RISE telah melalui serangkaian pilot project atau proyek percontohan di beberapa kota di Indonesia, diantaranya program bagi 211 penyandang disabilitas di Jakarta dan Yogyakarta pada 2016. Lalu, kepada 94 penyandang disabilitas di Bali, 119 penyandang disabilitas di Tangerang dan 110 penyandang disabilitas di Bogor pada 2017 serta kepada 55 penyandang disabilitas di Yogyakarta dan 99 penyandang disabilitas di Malang pada 2018.

Setelah mendapatkan respon positif, bahkan meraih penghargaan Silver Medal untuk program Corporate Social Responsibility pada The Global CSR Summit & Awards 2016, RISE akhirnya melakukan peluncuran program yang berpusat di Yogyakarta pada tanggal 25-26 Februari 2018. Statistics of the most Popular Gambling Sites in Australia. Pada saat itu, Infobank berkesempatan turut hadir dan menyaksikan secara langsung peluncuran program tersebut.

Usai melakukan konferensi pers, tim Maybank Indonesia mengajak awak media menghampiri peserta RISE dari berbagai daerah di Indonesia yang telah berkumpul di sebuah pendopo. Para wirausaha penyandang disabilitas yang tergabung dalam program RISE itu tengah menempati posisi di stand masing-masing sambil memajang hasil produk miliknya dan siap mempresentasikan profil bisnis andalannya.

Bisnis yang digeluti para penyandang disabilitas ini bermacam-macam, mulai dari bisnis tas rajut, sepatu rajut, tas lukis, baju hasil jahitan, dan camilan-camilan khas daerah. Siapapun yang menyaksikan peserta RISE ini pasti akan tergugah dan terinspirasi karena semangat mereka yang turut meramaikan perindustrian di Indonesia.

Ketika Infobank mendatangi satu demi satu stand dan mendengar pengalaman para penyandang disabilitas untuk tetap bertahan menjadi wirausaha, ternyata ada satu hal yang menjadi pedoman mereka dalam berbisnis, yaitu ilmu bisnis yang didapat dalam pelatihan dan mentoring selama mengikuti program RISE. Uniknya, sebagian besar dari mereka dapat menumbuhkan omset bisnisnya setelah mengimplementasikan ilmu-ilmu tersebut.

Bangkitkan semangat dari atas Kursi Roda

Perjuangan merintis bisnis pun dirasakan oleh salah satu pria penyandang disabilitas yang juga menimba ilmu dari program RISE. Sebelumnya dari kejauhan, Infobank telah memperhatikan seorang pria berwajah bulat memakai totopong yang sedang duduk di atas kursi roda. Tidak seperti penyandang disabilitas lain yang membawa produk dagangan, saat itu, ia hanya duduk berdua dengan kursi rodanya. Karena penasaran, Infobank pun menghampirinya.

“Selamat siang Pak..” sapa Infobank.

“Halo, selamat siang” sapanya kembali sambil tersenyum ramah.

“Bapak bisnis apa?”

“Oh, saya bisnis jual kursi roda. Mau lihat?”

Pria itu pun menunjukkan foto-foto berbagai model kursi roda yang dijualnya melalui ponsel pintar miliknya. “Saya adalah produsen dan reseller kursi roda di Bandung,” ujarnya, Minggu (25/02).

Namanya Aden Achmad. Pria kelahiran Bandung, 16 April 1967 ini menjalani bisnis sebagai produsen kursi roda bersama dua orang rekan kerjanya yang bertempat di Bandung. Selain itu, ia juga menjadi reseller kursi roda buatan Cina dan Amerika. Kedua bisnisnya itu telah ia mulai sejak tahun 2012.

Sebelum memutuskan untuk berbisnis, Aden sempat kesulitan mencari pekerjaan. Ia terbelenggu oleh beberapa perusahaan yang memberi persyaratan kerja seperti harus “sehat fisik dan jasmani”. Aden pun mengurungkan niatnya mengais rezeki dari jalan pegawai.

Ya, apa boleh buat, sebab sedari lahir, Aden telah menjadi seorang penyandang tuna daksa karena tidak memiliki sepasang kaki. Ia pun memutar otak agar bisa menyambung hidup tanpa melamar pekerjaan di instansi.

Untungnya, Aden teringat kenalan seorang importir kursi roda asal India yang tinggal di Indonesia. Ia pun memutuskan untuk menjadi reseller dari impor kursi roda kenalannya itu. Dari situ pula, Aden menjadi produsen kursi roda dengan membuka tempat pembuatan kursi roda miliknya sendiri.

Selang enam tahun, pembeli kursi roda Aden telah menyebar di beberapa daerah seperti Cirebon, Kalimantan, Kendari, Makassar, Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pembelinya sebagian besar berasal dari lembaga-lembaga pemerintah, seperti Nasional Paralympic Comitte Indonesia (NPCI) Jawa Barat, NPCI Kalimantan dan Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Aden mengisahkan, ia mulai mengikuti program RISE sejak akhir tahun 2017. Kala itu, ia diajak oleh tim RISE yang mengenalnya berkat rutinitasnya sebagai seorang aktivis penyandang disabilitas di kota Bandung. Semasa muda, Aden memang turut aktif dalam organisasi atau komunitas yang memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas. Ia pun pernah dilibatkan dalam pembuatan peraturan daerah Jawa Barat dan peraturan daerah Bandung, khususnya untuk dimintai pendapatnya mengenai infrastruktur dan transportasi publik agar ramah bagi kaum disabilitas.

Menurut Aden, menjadi penyandang disabilitas bukan suatu perkara yang membuatnya urung diri, melainkan menjadi wadah untuk menunjukan kepada dunia bahwa ia bisa mengukir prestasi. Puncaknya, Aden kini menjadi salah satu calon Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DRPD) Provinsi Jawa Barat.

“Saya ingin penyandang disabilitas juga mendapatkan kenyamanan serta hak-haknya. Untuk itu, harus ada wakil rakyat yang berasal dari kaum disabilitas. Saya ingin Indonesia menjadi ramah kepada penyandang disabilitas, dari mulai cara pandang masyarakat dan fasilitas transportasinya. Serta, saya ingin mengadvokasi pemerintah supaya memandang disabilitas itu bukan sebuah kerusakan yang harus direhab tapi sesuatu yang harus diberdayakan agar kami mandiri,” kata Aden.

Telisik demi telisik, aktivitas yang Aden lakukan selama ini tujuannya hanya satu. Ia ingin membuat penyandang disabilitas bisa bersaing dan memiliki kompetisi yang sama baiknya dengan yang lain. Bahkan, saat ikut RISE pun ia mampu memberikan yang terbaik. Buktinya, dalam waktu belum genap satu tahun mengikuti program RISE, omsetnya naik 150%.

“Omsetnya sekarang dalam sebulan 10 juta bersih. Dulu sebelum mengikuti RISE hanya 4 juta. RISE memang membantu sekali untuk menumbuhkan pengetahuan bisnis, seperti manajemen bisnis, mencari relasi, peningkatan produk atau cara mencari konsumen dan bagaimana cara mengemas bisnis yang manis dan cantik,” ujarnya.

Baginya, RISE adalah wadah yang sejalan dengan misinya untuk membuat penyandang disabilitas menjadi orang-orang yang mandiri. Karena dengan berbisnis, penyandang disabilitas bisa memiliki aksesbilitas untuk mencapai kemandirian. Ia pun berharap, suatu hari nanti, Maybank Indonesia bisa mendukung inginnya untuk memperoleh pinjaman bisnis.

“Saya punya mimpi kedepannya ada lembaga yang bisa memudahkan pinjaman tanpa persyaratan yang menyulitkan. Karena, saya sebenarnya mau meningkatkan usaha saya dengan membuat workshop pabrik melibatkan teman-teman disabilitas lainnya, tapi belum tercapai karena disitu butuh investasi yang besar untuk peralatan, workshopnya, shorumnya, dan bengkelnya,” pungkas Aden. (Ayu Utami)

Related Posts

News Update

Top News