UK Akan Masuk Periode Resesi Jika Keluar dari Uni Eropa

UK Akan Masuk Periode Resesi Jika Keluar dari Uni Eropa

oleh Agung Galih Satwiko

 

PASAR saham di Asia kemarin melemah didominasi oleh sentimen negatif akibat tidak tercapainya komitmen dalam pertemuan G7 di Sendai, Jepang. Indeks Nikkei Jepang turun 0,7% (ytd -13,0%) dan indeks Hang Seng Hong Kong turun 0,2% (ytd -9,6%). Di Eropa, DAX Jerman turun 0,7% (ytd -8,3%), dan S&P 500 di AS turun 0,2% (ytd 0,2%).

Ekspor Jepang bulan April turun 10,1% dibandingkan bulan April tahun sebelumnya. Penurunan ini mengikuti penurunan ekspor bulan Maret sebesar 6,8% dibandingkan Maret tahun lalu, dan merupakan penurunan berturut-turut selama tujuh bulan terakhir. Korporasi di Jepang menghadapi tantangan melemahnya pertumbuhan ekonomi global dan juga menguatnya Yen. Sementara itu impor bulan April turun 23,3% dibandingkan impor bulan April tahun sebelumnya. Pada bulan April tersebut Jepang mencatat surplus neraca perdagangan sebesar JPY823,5 miliar.

Russia menawarkan obligasi global di pasar internasional, pertama kalinya sejak krisis Ukraina. Langkah ini menunjukkan bahwa Rusia masih bisa mengakses pasar modal global meskipun dikenai sanksi dari AS dan EU. Obligasi tenor 10 tahun ditawarkan dalam mata uang USD dengan indikasi yield antara 4,65% – 4,90%. Sebagai sole bookrunner adalah VTB Capital, anak perusahaan VTB group yang dimiliki Pemerintah Rusia. Rusia terakhir kali mengakses pasar keuangan internasional pada tahun 2013 sebelum menganeksasi Crimea pada tahun 2014. Saat itu Russia menerbitkan miliar sovereign global bonds sebesar USD7.

Data Market survey terhadap 5.000 perusahaan di zona Eropa menunjukkan bahwa composite Purchasing Managers Index bulan Mei di Zona Eropa turun menjadi 52,9 dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 53,0. Markit composite PMI menunjukkan aktivitas bisnis baik di sektor barang maupun jasa, dimana angka di atas 50 menunjukkan ekspansi sementara di bawah 50 menunjukkan kontraksi aktivitas bisnis. Turunnya composite PMI menunjukkan bahwa stimulus tambahan di bulan Maret lalu nampaknya belum berhasil mengangkat aktivitas ekonomi di Zona Eropa. Ekonomi Eropa tumbuh 0,5%  pada triwulan 1 tahun 2016 (qoq).

Parlemen Yunani menyetujui undang-undang yang mengatur kenaikan pajak dan juga mekanisme pengurangan belanja Negara. Rangkaian austerity measures tersebut disepakati untuk menjamin cairnya dana bantuan dari kreditor Yunani dan juga menjamin agar utang Yunani dapat direstrukturisasi. Rangkaian kebijakan tersebut mulai dari kenaikan pajak penjualan menjadi 24%, mekanisme penjualan aset/privatisasi dengan membentuk dana privatisasi, hingga mekanisme pemotongan belanja fiskal secara otomatis jika surplus keseimbangan primer tidak tercapai. Menteri Keuangan di zona Eropa akan membahas restrukturisasi utang Yunani dan juga pencairan dana bail out berikutnya pada hari ini (Selasa 24 Mei 2016) di Brussels.

Masih dari Eropa, canchelor UK Treasury George Osborne mengingatkan akan potensi UK memasuki resesi ekonomi jika hasil voting memenangkan opsi Brexit. UK Treasury memperkirakan GBP akan turun 12% jika UK keluar dari Uni Eropa, dan hal ini membuat barang-barang impor menjadi semakin mahal. Beban setiap keluarga di UK diperkirakan akan naik sebesar GBP4.300 per tahun jika UK keluar dari EU. Sementara itu proponen Brexit menyebutkan bahwa turbulensi tersebut hanya akan berumur pendek. Setelahnya UK akan lebih bebas, independen dan lebih fleksibel mengatur hubungan dagang dengan Negara lain (non-EU) yang tumbuh cepat.

S&P mengikuti langkah Fitch Rating memperingatkan naiknya risiko di pasar subprime auto-loans di AS. Meningkatnya risiko default dari kredit kendaraan bermotor di AS khususnya bagi lender yang memiliki rating subprime mengancam neraca perbankan yang memperjualbelikan kredit tersebut dalam bentuk subprime auto-loans ABS. Sebelumnya Fitch memperingatkan jumlah debitor kredit kendaraan bermotor yang terlambat membayar tagihannya melampaui 60 hari naik 11,6% di bulan Februari yoy. Hal ini meningkatkan kredit macet di sektor kredit kendaraan bermotor di AS naik mencapai 5,16%.

Harga minyak dunia ditutup turun. Pelaku pasar mengantisipasi pertemuan OPEC pada tanggal 2 Juni mendatang di Vienna Austria. Iran menyebutkan bahwa negaranya tidak berencana untuk bergabung dalam komitmen untuk membekukan kuota produksi minyak. Harga WTI crude Nymex untuk pengiriman Juli turun USD0,3 (0,7%) ke level USD48,1 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman Juli turun USD0,4 (0,8%) ke level USD48,3 per barrel.

Yield UST turun khususnya di jangka panjang karena pelaku pasar memosisikan diri mengantisipasi kenaikan Fed Fund rate, pasca komentar beberapa pejabat the Fed yang hawkish. Yield UST tenor 10 tahun tetap di level 1,84% (ytd turun 43 bps – akhir tahun lalu 2,27%). Sementara itu yield UST 30 turun 1 bps ke level 2,62%. Pelaku pasar menunggu pernyataan Janet Yellen pada hari Jumat mendatang. Probabilitas kenaikan Fed fund rate telah naik dalam 1 minggu terakhir, dari 4% menjadi sekitar 30%.

Pasar SUN cukup stabil, yield SUN tenor 10 tahun tetap di level 7,93% (ytd turun 81 bps – akhir tahun lalu 8,74%). IHSG ditutup naik 32 poin (0,7%) ke level 4.743 (ytd 3,3% – akhir tahun sebesar 4.593). Investor asing membukukan net buy sebesar Rp177 miliar, sehingga year to date investor asing masih membukukan net buy sebesar Rp2,2 triliun. Sementara itu, nilai tukar Rupiah menguat Rp34 ke level Rp13.574 per Dolar AS. NDF 1 bulan menguat Rp29 ke level 13.686 per USD. CDS 5 tahun turun (persepsi risiko turun) 2 bps ke level 192 bps. CDS Indonesia 5 tahun telah turun 38 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 230 bps. (*)

Penulis adalah staf Wakil Ketua DK OJK

Related Posts

News Update

Top News