Realisasi PDB 2019 Sudah Tergolong Baik, Meski 5,02%

Realisasi PDB 2019 Sudah Tergolong Baik, Meski 5,02%

Jakarta – Kepala Ekonom BNI, Ryan Kiryanto mengungkapkan realisasi PDB Indonesia 2019 sebesar 5,02% tidaklah mengejutkan. Pasalnya, capaian tersebut merupakan sudah terbaik yang bisa diraih di tengah tekanan eksternal yang amat kuat (Brexit, trade war, geopolitic risks, low commodities price).

Disisi lain, langkah Bank Indonesia (BI) yang taktis, terus mengambil kebijakan moneter dan makroprudensial, serta bauran kebijakannya mampu efektif menahan perlambatan ekonomi, sehingga PDB tetap bisa bertengger di atas level 5%.

“Dengan inflasi 2019 yang rendah hanya 2,72% memberikan makna pengelolaan makroekonomi domestik secara umum sudah baik. Jadi apresiasi untuk BI yang tampak nyata menjaga momentum pertumbuhan di tengah gejolak eksternal yang bertubi-tubi,” kata Ryan di Jakarta, Rabu, 5 Febuari 2020.

Hanya saja lanjutnya tetap perlu dicermati detil dari PDB 2019 lalu. Pertama, dari 2016 hingga 2019 secara konsisten pertumbuhan ekonomi melambat, bahkan dari 2018 yg 5,17% turun drastis ke 2019 sebesar 5,02%.

Kedua, secara kuartalan, pertumbuhan PDB TW IV-2019 sebesar 4,97% dari sektor industri menurun dari 4,25% menjadi 3,66%. Juga dengan sektor perdagangan yg turun dari 4,41% ke 4,24%. Pun sektor pertambangan yg turun dari 2,25% ke 0,94%.

Untungnya sektor konstruksi naik dari 5,58% ke 5,79%. Juga dengan sektor pertanian yang naik dari 3,84% ke 4,26%.

Ketiga, PDB tahunan sebesar 5,02% dari sisi lapangan usaha kompak melemah, yaitu industri turun dari 4,37% ke 3,80%, perdagangan turun dari 4,97% ke 4,62%, pertanian dari 3,89% ke 3,64%, konstruksi turun dari 6,09% ke 5,76%, dan pertambangan dari 2,16% ke 1,22%.

Keempat, struktur PDB 2019 sebesar 5,02% dari sisi pengeluaran masih mengandalkan konsumsi rumah tangga yg berkontribusi stabil sebesar 56,62%, disusul PMTB sebesar 32,3:%, konsumsi pemerintah sebesar 8,75%, konsumsi LNPRT sebesar 1,3%, lalu net ekspor-impor hanya sebesar 0,01% (ekspor 18,41% dikurangi impor 18,40%).

Ternyata dari sisi pertumbuhan tahunannya pun menurun, dimana konsumsi rumah tangga turun dari 5,05% ke 5,04%, PMTB turun dari 6,64% ke 4,45%, dan konsumsi pemerintah turun dari 4,80% ke 3,25%.

Kelima, secara spasial PDB 2019 sebesar 59% dikontribusi oleh Jawa, Sumatera 21,32% dan sisanya oleh Kalimantan dan Sulawesi.

Sayangnya pertumbuhan ekonomi Maluku dan Papua masih negatif sehingga perlu mendapat perhatian ekstra pemerintah.

Untuk 2020 ini, jelasnya pekerjaan rumah pemerintah, BI, Kemenko Perekonomian dan Kemenkeu tidak mudah, karena persoalan eksternal makin menantang dengan meluasnya wabah coronavirus yang diprediksi menurunkan outlook ekonomi dunia, terutama Cina, sementara persoalan yang lama belum tuntas sepenuhnya.

“Maka, sumber-sumber pertumbuhan baik dari sisi lapangan usaha dan dari sisi pengeluaran harus lebih dioptimalkan. Pengelolaan pasar domestik melalui sektor industri, pertanian, perdagangan dan konstruksi harus ditingkatkan,” terang Ryan.

Kontribusi dari konsumsi rumah tangga lebih jauh ujarnya sebisa mungkin dijaga di kisaran 56%-57% terhadap PDB. Dari PMTB juga bisa didongkrak ke kisaran 35%.

Disisi lain Omnibus Law harus bisa cepat dituntaskan dan dijalankan. Dari Konsumsi Pemerintah pun bisa digenjot ke kisaran 13%, apalagi volume APBN 2020 lebih besar dibanding APBN 2019.

“Untuk perdagangan internasional, diupayakan kontribusinya makin positif (surplus) yang secara netto berkisar 1%. Kebijakan moneter dan bauran kebijakan oleh BI masih akan tetap akomodatif, tapi perlu disinkronisasikan dengan kebijakan fiskal yang countercyclical untuk menjadi pengungkit kegiatan perekonomian. Dengan demikian, outlook PDB Indonesia 2020 masih mungkin dijaga di kisaran 5,1%-5,2% dengan menpertimbangkan berbagai risiko eksternal dan internal,” tutup Ryan. (*)

Related Posts

News Update

Top News