Stabilitas Harga Minyak Jadi Perhatian Dunia

Stabilitas Harga Minyak Jadi Perhatian Dunia

oleh Agung Galih Satwiko

 
PASAR saham Asia hari Selasa 26 Januari 2016 ditutup melemah signifikan karena kembali turunnya harga minyak dunia. Pasar saham China membukukan penurunan terbesar dalam satu hari sejak dihapusnya circuit breaker. Indeks Nikkei turun 2,35%, Hang Seng turun 2,48%, Shanghai Composite turun 6,42%, CSI 300 index turun 6,02%, Kospi Korsel turun 1,15% dan Singapore STI turun 1,43%. Sementara pasar Eropa ditutup menguat dengan naiknya harga minyak. FTSE 100 Inggris naik 0,59%, DAX Jerman naik 0,89%, CAC 40 Perancis naik 1,05% dan IBEX 35 Spanyol naik 1,46%. Pasar ekuitas US juga ditutup menguat seiring dengan naiknya harga minyak. Pelaku pasar juga mengalihkan perhatiannya dari pasar saham China ke laporan tahunan korporasi dan FOMC meeting. Pelaku pasar melihat laba korporasi di US tidak seburuk yang diperkirakan sehingga dampak pelemahan global nampaknya tidak terlalu berpengaruh pada korporasi US. Selain itu pasar memperkirakan FOMC tidak akan menaikkan Fed Fund rate, sehingga harga minyak pun tidak akan tertekan kembali. DJIA naik 1,78%, S&P 500 index naik 1,41%, dan NASDAQ composite naik 1,09%. Pagi ini pasar Asia dibuka menguat. Nikkei naik 2,80% dan Kospi Korsel naik 1,29% (08.45 WIB).

Dari Asia, pasar saham China turun sangat tajam. Investor khawatir mengenai capital outflows dari China dan kurangnya support pasar menjelang tahun baru China. Turunnya harga minyak juga membuat investor kembali panik, karena kenaikan harga minyak dan harga saham beberapa waktu lalu tidak berumur panjang. Berdasarkan data yang dikompilasi oleh Bloomberg Intelligence, outflow dari China pada bulan Desember 2015 diperkirakan sebesar USD158,7 miliar, lebih besar dari perkiraan sebelumnya sebesar USD100 miliar. Outflow bulan Desember merupakan outflow terbesar kedua secara bulanan setelah outflow bulan September 2015 sebesar USD194,3 miliar. Total capital outflow selama tahun 2015 diperkirakan sebesar USD1 triliun, tujuh kali lebih besar dibandingkan capital outflow tahun 2014 yang tercatat sebesar USD134,3 miliar. Hal yang menyebabkan capital outflow yang sedemikian masif antara lain komunikasi kebijakan terkait nilai tukar yang kurang smooth. Outflow di bulan September disebabkan oleh devaluasi Yuan, sementara outflow di bulan Desember karena pernyataan PBOC bahwa Yuan tidak di-pegged dengan USD, namun dengan sekelompok currency. Yuan yang didesain melemah juga membuat banyak eksportir menahan USD, tidak mengkonversinya ke Yuan. Managing Director IMF juga mengomentari bahwa China memiliki isu komunikasi dan memerlukan metode komunikasi yang lebih baik.

Dari US, data consumer confidence index bulan Januari naik ke 98,1 dibandingkan bulan Desember yang tercatat 96,3. Konsumen di US tampaknya tidak merasa terganggu dengan volatilitas di pasar keuangan. Volatilitas tersebut nampaknya tidak berpengaruh signifikan terhadap fundamental ekonomi US. Pasar tenaga kerja yang cukup kuat dan rendahnya harga bahan bakar minyak me-offset sentiment negatif dari pasar keuangan.

Jumlah nominal stressed debt dan distressed debt untuk emerging market mencapai rekor tertinggi sejak krisis 2008. Naiknya yield di emerging market akibat pelemahan pertumbuhan ekonomi global dan sentimen risk aversion semakin memperparah hal ini. Stressed bonds didefinisikan sebagai obligasi yang diperdagangkan dengan yield 700 sampai 999 bps di atas yield UST. Sementara distressed debts adalah obligasi yang diperdagangkan dengan yield di atas 1000 bps di atas yield UST. Data yang dikompilasi oleh ICBC Standard Bank menunjukkan bahwa jumlah kumulatif stressed dan distressed bonds yang diterbitkan oleh emerging economies (baik government maupun korporat) mencapai USD221 miliar per Januari 2016, naik dibandingkan saat krisis 2008 yang mencapai USD213 miliar. Namun demikian dari sisi persentase, jumlah tersebut secara relative turun dibandingkan saat krisis 2008.

Terkait distressed bonds, salah satu isu yang saat ini mengemuka adalah potensi debt default oleh Venezuela. Venezuela, bersama Argentina dan Ukraina dipandang sebagai satu kesatuan trinitas yang mencerminkan high risk distressed bonds. Venezuela sebagai salah satu produsen minyak semakin terpuruk oleh turunnya harga minyak. IMF memperkirakan Inflasi di Venezuela tahun 2016 sebesar 720%, naik dibandingkan tahun lalu sebesar 275%. Pertumbuhan ekonomi Venezuela tahun 2015 diperkirakan kontraksi sebesar 10% (2014 kontraksi 8%). Benchmark USD bonds tahun 2027 Venezuela menunjukkan yield sebesar 27%. Meskipun demikian pelaku pasar tidak melihat Venezuela debt default akan berpengaruh signifikan pada emerging market lainnya.

Harga minyak ditutup naik setelah adanya indikasi bahwa anggota OPEC dan produsen minyak non-OPEC mempertimbangkan untuk berkoordinasi dalam menstabilkan harga minyak dan mengurangi output. Gubernur OPEC Kuwait, Nawal al-Fuzaia menyampaikan dalam forum konferensi energy di Kuwait bahwa OPEC bersedia untuk berkoordinasi dengan produsen minyak non-OPEC. Selain itu menteri Minyak Irak juga menyatakan bahwa Arab Saudi dan Rusia mulai melunak dan lebih fleksibel untuk mempertimbangkan pengurangan output. WTI crude Nymex untuk pengiriman Maret naik USD1,11 (3,7%) ke level USD31,45 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman Maret naik USD1,30 (4,2%) ke level USD31,80 per barrel.

Yield UST turun (harga naik) setelah investor melihat hasil lelang UST tenor 2 tahun kemarin yang mampu menarik bid sebanyak USD26 miliar menunjukkan appetite investor terhadap UST masih cukup tinggi. Investor juga memposisikan diri menjelang pengumuman hasil FOMC meeting. Yield UST 10 year turun 3 bps ke level 1,99%, sementara UST 30 year turun 2 bps ke level 2,78%. Sejak awal tahun ini, yield UST 10 year telah turun 28 bps (akhir tahun lalu 2,27%). Sementara di Eropa yield German bund tenor 10 tahun turun 2 bps ke level 0,37%.

Pasar SUN melemah, yield SUN tenor 10 tahun naik 8 bps ke level 8,48%. Yield SUN tenor 10 tahun telah turun 26 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 8,74%. IHSG pada penutupan kemarin naik 4,68 poin (0,10%) ke level 4.510,47. Year to date IHSG membukukan penurunan indeks sebesar 1,8% (IHSG akhir tahun lalu sebesar 4.593,00). Asing membukukan net sell sebesar Rp302 miliar sehingga year to date asing telah membukukan net sell sebesar Rp3,83 triliun. Sejauh ini IHSG menunjukkan tingkat resiliensi yang cukup baik jika dibandingkan dengan indeks saham lain. Jika IHSG year to date membukukan penurunan sebesar 1,8%, indeks Nikkei ytd sudah membukukan kerugian 12%, demikian juga Shanghai Composite turun 22%, Hangseng telah turun 14%, Strait Times Singapore turun 11%, sementara bursa-bursa di Eropa dan US telah turun antara 5,3% sampai dengan 8,7%. Resiliensi ini merupakan indikasi kepercayaan investor terhadap kinerja perusahaan di Indonesia dan tentunya kinerja fundamental perekonomian Indonesia. Sementara itu, nilai tukar rupiah ditutup melemah Rp23 ke level Rp13.886 per dolar AS. NDF Rupiah 1M melemah Rp19 ke level Rp13.970. Persepsi risiko naik, CDS spread 5Y turun 4 poin ke level 245.

Sentimen pasar kemarin umumnya kembali positif dengan naiknya harga minyak dan antisipasi terhadap hasil FOMC meeting dan BOJ meeting minggu ini. (*)

Related Posts

News Update

Top News