Sinyal Kenaikan Fed Fund Rate Cenderung Mixed

Sinyal Kenaikan Fed Fund Rate Cenderung Mixed

oleh Agung Galih Satwiko

 

PASAR saham global hari senin ditutup mixed. Di Asia, pasar saham Asia relatif tidak bergerak signifikan. Data ketenagakerjaan AS yang solid menegaskan perbaikan ekonomi AS, meskipun tidak cukup kuat untuk menjadi dasar kenaikan Fed Fund rate dalam waktu dekat. Indeks Nikkei ditutup melemah 0,3% sementara Hang Seng Hongkong dan Shanghai Composite libur. Di Eropa, FTSE 100 Inggris naik 0,30% dan DAX Jerman naik 0,28%. Pasar saham AS ditutup melemah tipis karena antisipasi investor terhadap musim laporan keuangan triwulan I korporasi AS. DJIA turun 0,31% dan S&P 500 turun 0,32%. Pagi ini pasar Asia dibuka melemah, indeks Nikkei turun 1,47% (08.20 WIB).

Eurostat kemarin melaporkan tingkat pengangguran di 19 negara Eurozone bulan Februari turun menjadi 10,4% dibandingkan bulan Januari yang tercatat sebesar 10,4%. Angka pengangguran di Eropa terus menurun secara bertahap, sejak awal 2013 yang tercatat lebih dari 12%. Namun demikian angka ini masih relatif tidak cukup kuat. Di AS, tingkat pengangguran bulan Februari jauh lebih rendah yaitu 4,9%. Dengan jumlah pengangguran yang menurun seharusnya hal ini berdampak pada meningkatnya daya beli dan inflasi, namun diperkirakan target inflasi Eropa 2% masih akan sulit tercapai.

Setelah pada hari Jumat Presiden Federal Reserve Bank Cleveland Loretta Mester (voting member) menyampaikan perlunya the Fed segera menaikkan Fed Fund rate, kemarin dalam pidato di acara conference on cyber security, Presiden Federal Reserve Bank Boston Eric Rosengren (voting member) juga menyampaikan bahwa kenaikan tingkat bunga Fed Fund rate dapat terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan pelaku pasar. Komentar dua pejabat the Fed ini berbalik dengan komentar Yellen sebelumnya yang cenderung dovish. Pelaku pasar agak sulit dalam menentukan probabilitas kenaikan Fed Fund rate dengan sinyal yang cenderung bertentangan tersebut.

Pertumbuhan ekonomi AS sendiri tidak terlalu terpengaruh oleh pertumbuhan sektor ketenagakerjaan AS yang cukup solid. Setelah tumbuh 3,9% pada Q2 2015, ekonomi AS terus turun menjadi 1,9% pada Q3 2015 dan 1,4% pada Q4 2015. Untuk Q1 2016 pengamat memperkirakan ekonomi AS maksimal tumbuh sebesar 1,5%. Rendahnya transmisi dari sektor ketenagakerjaan yang solid ke pertumbuhan ekonomi ditengarai karena beberapa faktor antara lain pekerja banyak terserap pada sektor yang memberikan penghasilan rendah (seperti pelayan restoran), pertumbuhan gaji pegawai tidak signifikan, dan sentimen konsumen yang tidak terlalu positif.

Masih dari AS, data US factory order (data pemesanan barang tahan lama, peralatan, pengapalan dan cadangan persediaan perusahaan manufaktur di AS) bulan February turun 1,7% dibanding bulan sebelumnya. Indikasi ini menunjukkan ekonomi sector manufaktur masih belum pulih secara signifikan. Sektor manufaktur di AS yang berkontribusi sekitar 12% terhadap ekonomi AS, terdampak oleh kuatnya USD dan turunnya permintaan global.

IMF kemarin mengingatkan bahwa pengaruh ekonomi Chgina terhadap pasar keuangan di Negara maju akan semakin meningkat secara signifikan. Peringatan IMF disampaikan seiring dengan kekhawatiran pelaku pasar bahwa pelemahan ekonomi Negara berkembang khususnya China berdampak ekonomi Negara maju. IMF menyebutkan bahwa tidak hanya ekonomi Negara maju yang terdampak, namun pasar keuangan Negara maju juga akan semakin terdampak. Perubahan indeks di pasar keuangan China kini bertanggung jawab terhadap sekitar sepertiga perubahan indeks di Negara maju. Pasar obligasi China yang kapitalisasinya mencapai USD6,7 triliun, terbesar ketiga di dunia dan tumbuh 22% setahun dalam lima tahun terakhir, mulai terbuka bagi investor asing tahun lalu. Dana akan mengalir dinamis ke pasar China yang mulai terbuka, dan berpengaruh terhadap alokasi portofolio asset keuangan di Negara maju.

Harga minyak dunia ditutup turun masih karena sentimen negatif akan sulit tercapainya kesepakatan pembekuan kuota produksi minyak. WTI crude Nymex untuk pengiriman Mei turun USD1,09 (3%) ke level USD35,70 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman Juni turun USD0,98 (2,5%) ke level USD37,69 per barrel.

Yield UST 10 year turun 1 bps ke level 1,78%. Sejak awal tahun ini, yield UST 10 year telah turun 49 bps (akhir tahun lalu 2,27%). Sementara itu yield UST 30 tahun naik 1 bps ke level 2,61%. Spread antara UST tenor 2 tahun dan 10 tahun terus menyempit hingga terakhir hanya sekitar 102 bps. Spread ini sempat mencapai level tertinggi dalam 3 tahun terakhir yaitu pada penghujung tahun 2013 dimana saat itu spread 10 tahun dan 2 tahun mencapai 264 bps. Hal ini menunjukkan ekspektasi inflasi jangka menengah panjang masih akan rendah.

Pasar SUN ditutup melemah, yield SUN tenor 10 tahun naik 3 bps menjadi 7,62%. Yield SUN tenor 10 tahun telah turun 112 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 8,74%. IHSG ditutup naik 7 bps ke level 4.850. Investor asing membukukan net buy sebesar Rp282 miliar, sehingga year to date investor asing membukukan net buy sebesar Rp4,38 triliun. Year to date IHSG membukukan peningkatan indeks sebesar 5,6% (IHSG akhir tahun lalu sebesar 4.593,00). Sementara itu, nilai tukar Rupiah melemah Rp23 ke level Rp13.190 per Dolar AS. NDF 1 bulan melemah Rp38 ke level Rp13.189 per Dolar AS. Spread antara NDF 1 bulan dengan spot yang sempat menyentuh titik tertinggi dalam setahun terakhir sebesar Rp369 (pada akhir September 2015), terus menurun hingga minus Rp1 hari senin kemarin. Hal ini mengindikasikan pelaku pasar mempersepsikan Rupiah akan terus menguat atau tingkat bunga domestik akan turun. Sementara itu persepsi risiko tercatat stabil, dengan CDS 5 tahun berada di level 199. (*)

Penulis adalah staf Wakil Ketua DK OJK

Related Posts

News Update

Top News