Puso dan Gagal Panen Ancam Ketahanan Pangan RI

Puso dan Gagal Panen Ancam Ketahanan Pangan RI

Jakarta – Panjangnya musim kemarau di tahun 2019 ini memberikan dampak berkurangnya luas lahan panen. Akibatnya, hasil produksi pertanian merosot. Jumlah produksi gabah atau beras pun diprediksi anjlok.

Badan Pusat Statistik (BPS) dan  Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)  pun wanti-wanti agar pemerintah mewaspadai gagal panen hingga Desember mendatang. Di sisi lain, ancaman puso ditahun 2019 masih tinggi jika dibandingkan tahun sebelumnya.

“Potensi luas panen tahun ini memang lebih rendah dari 2018, indikasinya seperti itu,” ujar Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan BPS, Hermanto di Jakarta, Jumat, 30 Agustus 2019.

Dengan data yang ada, dijelaskan, pemerintah perlu mewaspadai potensi gagal panen produksi pertanian untuk kisaran waktu sampai dengan Desember mendatang. BPS mengingatkan, ancaman turunnya produksi juga masih terjadi, mengingat belum berakhirnya musim kemarau.

Namun dari pengamatan yang dilakukan melalui Kerangka Sampel Area (KSA), terdeteksi masih ada potensi pertanaman sampai Oktober, khususnya di daerah yang memiliki irigasi yang baik. “Puso juga lebih tinggi dari tahun lalu. Makanya, harus hati-hati di sisa bulan-bulan kedepan sampai Desember,” ucapnya.

Sebelumnya, BPS menyebut luas lahan baku sawah terus menurun. Menurut data luas lahan yang didapatkan dari Kerangka Sampel Area (KSA) menggunakan data hasil citra satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Badan Informasi Geospasial (BIG), ada penurunan. Pada 2018 luas lahan ada 7,1 juta hektare dan pada 2017 masih 7,75 juta hektare.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pun mengungkapkan terdapat tujuh provinsi yang terdampak bencana kekeringan, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT. Empat kabupaten berstatus tanggap darurat, dan 32 kabupaten/kota berstatus siaga darurat.

Anggota Komisi IV DPR RI, Darori Wonodipuro membenarkan data yang disampaikan BPS. Ia mengatakan bahwa musim kemarau saat ini berdampak pada menurunnya produksi pertanian.

Menurutnya, siklus musim kemarau harusnya dijadikan pengalaman bagi pemerintah untuk menyiapkan sistem pengairan yang jauh lebih baik. Ia menilai, pemerintah kurang memperhatikan pemeliharaan waduk-waduk dan saluran irigasi, sebagai penunjang utama dalam sektor pertanian.

“Ketika kita butuh air, justru kita tidak punya air. Maka saya usulkan kepada pemerintah, selain membangun waduk baru, waduk lama juga dipelihara. Sehingga bisa digunakan masyarakat di musim kemarau,” katanya di kesempatan berbeda.

Darori menegaskan, pemerintah harus memberikan perhatian lebih ke sektor pertanian. Jangan sampai para petani yang terus menerus dirugikan.

Sebaliknya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman optimistis produksi pangan tetap baik. Ia punya kiat menjaga produksi. Mentan mendesak petani menggenjot produksi pangan. Bahkan, menteri asli Sulawesi Selatan itu meminta petani bekerja 24 jam penuh selama sehari untuk mengejar produksi pangan.

“Kalau bisa, 26 jam. 2 jam melamun, 24 jam bekerja. Kurangi tidur. Tidur dekat ekskavator (mesin pengeruk untuk penggalian). Bangun, kerja lagi. Dengan semangat kerja begini, Sumsel yang 5 besar penghasil pangan terbesar, nomor tiga di Indonesia bisa menjadi peringkat 1 pada 2020,” ujar Amran beberapa waktu lalu di Banyuasin, Sumatera Selatan. (*)

Related Posts

News Update

Top News