Perppu Keterbukaan Pajak Jadi Pertanyaan Besar Bos BEI

Perppu Keterbukaan Pajak Jadi Pertanyaan Besar Bos BEI

Jakarta – Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) mempertanyakan penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang menimbulkan banyak kekhawatiran khususnya bagi industri keuangan.

Menurutnya, akses keterbukaan informasi data nasabah oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dianggap belum terlalu mendesak (urgensi) untuk dilakukan di Indonesia. Seharusnya, penerapan ini dapat dilakukan saat Automatic Exchange of Information (AEoI) berlaku yakni pada 2018.

AEoI sendiri merupakan standar baru dalam pertukaran informasi perpajakan untuk rekening nasabah non residen. Sementara untuk penyesuaian Undang-Undang (UU) dibutuhkan waktu 157 hari dan Indonesia masih memiliki waktu sampai dengan bulan September tahun depan.

Mengacu hal ini, Tito menekankan, data keuangan yang seharusnya diberikan kepada DJP adalah data keuangan warga negara tersebut berasal (asing). “Kenapa enggak asing aja yaa, toh kita sudah tax amnesty kenapa semuanya jadi dibuka, ini jadi catatan untuk Perppu itu,” tegas Tito di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa, 18 Juli 2017.

Tito juga mempertanyakan batasan saldo yang mesti dilaporkan. Padahal, jumlah investor di pasar modal saat ini mencapai 1 juta. “Kita sejuta account, 30 persen growth setahun. Suatu saat ada 10 juta account apakah dilaporkan setiap 6 bulan dilaporkan ke DJP. Ini jadi pertanyaan,” ucap dia.

Selain itu, dirinya juga mempertanyakan mengenai penghitungan laporan keuangan yang mesti dilaporkan. “Pertanyaan dasar kalau tax amnesty dulu laporan beli, ini harga apa ya, kalau harga pasar berubah-ubah. Nanti laporan tiba-tiba rugi gimana ya,” papar dia.

Belum lagi menyangkut mekanisme pelaporan. Di pasar modal sendiri, kata Tito, Dana Pensiun (Dapen) bisa memegang akun di 5 broker. “Apa semua broker laporan, apa Dapen laporkan, menjadi teknis sekali di pasar modal. Siapa, pakai nilai apa, dan bagaimana menilainya,” tukasnya.

Tito juga mempertanyakan pihak mana yang boleh menerima laporan keuangan tersebut. “Kami mengusulkan DJP untuk tidak melimpahkan sama sekali, kalau nggak setiap Kanwil, setiap daerah, minta data,” tutup Tito. (*)

Related Posts

News Update

Top News