Pasar Saham China Memasuki Periode Bearish!

Pasar Saham China Memasuki Periode Bearish!

oleh Agung Galih Satwiko

 

PASAR saham Asia hari Jumat 15 Januari 2016 ditutup melemah mengikuti kejatuhan pasar saham China. Pasar saham China jatuh dan memasuki periode bearish market, karena adanya laporan bahwa bank-bank di China tidak lagi menerima saham sebagai kolateral pinjaman. Harga minyak yang turun pada sesi awal perdagangan bursa Eropa juga menambah kekhawatiran pelaku pasar di Asia. Pasar saham China memasuki periode bearish karena terjadi penurunan sebesar 20% sejak kenaikan yang terjadi pada tanggal 22 Desember 2015.

Indeks Nikkei turun 0,54%, Hang Seng turun 1,50%, Shanghai Composite turun 3,55%, CSI 300 index turun 3,19%, Kospi Korsel turun 1,11% dan Singapore STI turun 0,52%. Pasar Eropa ditutup melemah tajam karena turunnya harga minyak setelah sanksi ekspor minyak Iran dicabut mulai Senin ini. FTSE 100 Inggris turun 1,93%, DAX Jerman turun 2,54%, CAC 40 Prancis turun 2,39% dan IBEX 35 Spanyol turun 2,77%. Sementara pasar ekuitas US tadi malam juga ditutup turun tajam atas isu yang sama dan juga lemahnya data ekonomi US. DJIA ditutup turun 2,39%, S&P 500 naik 2,18%, dan Nasdaq turun 2,75%. Pagi ini pasar Asia dibuka melemah. Nikkei turun 2,03% dan Kospi Korsel turun 0,67% (08.15 WIB).

Selain laporan bahwa bank-bank di China tidak lagi menerima saham sebagai kolateral pinjaman, data lending di China yang dirilis Jumat kemarin juga menunjukkan penurunan. Data lending bulan Desember turun menjadi sebesar 597,8 miliar Yuan (USD90,7 miliar) dibandingkan data lending bulan November sebesar 708,9 miliar Yuan, dan lebih rendah dibandingkan ekspektasi pelaku pasar sebesar 700 miliar Yuan. Sementara mata uang Yuan dilaporkan stabil setelah PBOC memberikan guidance sebesar 6,5637 Yuan per USD, guidance yang relatif tetap selama enam sesi berturu-turut. Dari Indonesia, BPS melaporkan nilai ekspor bulan Desember mencapai USD11,89 miliar (naik 6,98% dibanding November), sementara impor mencapai USD12,12 miliar (naik 5,23% dibanding November). Sehingga terdapat deficit sebesar USD0,23 miliar. Secara tahunan, sepanjang 2015 ekspor tercatat sebesar USD150,25 miliar (turun 14,62% dibanding 2014) dan impor sebesar USD142,74 miliar (turun 19,89% dibanding 2014), sehingga terdapat surplus trade balance sebesar USD7,5 miliar.

Beberapa data ekonomi US yang dirilis Jumat tidak terlalu positif, menggambarkan pelemahan baik di sisi manufaktur maupun di sisi belanja konsumsi masyarakat. Empire State manufacturing index turun ke minus 19,4 di bulan Januari lebih rendah dibandingkan bulan Desember sebesar minus 6,2. Index ini telah berada di bawah nol sejak Juli 2015 karena lemahnya permintaan akan barang manufaktur baik domestik maupun global. Data produksi industri bulan Desember juga menurun 0,4%. Data lainnya yaitu data penjualan ritel bulan Desember turun 0,1% dan data biaya produksi barang dan jasa (producer price index) turun 1% di bulan Desember. Di tengah rangkaian data negatif tersebut hanya data consumer sentiment yang positif, membukukan kenaikan ke level 93,3 dibandingkan 92,6 bulan Desember lalu. New York Fed President William Dudley mengomentari rangkaian data negatif tersebut dengan tetap optimis bahwa pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan akan tetap baik dan unemployment akan terus menurun.

Harga minyak WTI turun dengan adanya ekspektasi tambahan suplai minyak dari Iran, terutama setelah sanksi internasional atas ekspor minyak Iran dicabut mulai senin hari ini. Sebagian pengamat menyebutkan memperkirakan akan ada tambahan suplai sebanyak 200 ribu barrel per hari, dan akan meningkat hingga mencapai 500 ribu barrel per hari hingga akhir tahun ini. Meskipun demikian, di sisi lain, Rusia mengindikasikan untuk menurunkan jumlah ekspor minyaknya. Transneft salah satu perusahaan minyak milik Rusia menyebutkan tahun ini akan menurunkan ekspor minyak mentah hingga 6,4% karena harga minyak yang terus turun. Harga minyak WTI crude Nymex untuk pengiriman Februari turun USD1,78 (5,7%) ke level USD29,42 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman Maret turun USD1,94 (6,3%) ke level USD28,94 per barrel, harga terendah sejak Februari 2004.

Yield UST turun (harga naik) karena turunnya harga minyak dan jatuhnya bursa saham global. UST 10 year turun 6,5 bps ke level 2,035%, sementara UST 30 year turun 9,5 bps ke level 2,81%. Sejak awal tahun ini, yield UST 10 year telah turun 23,5 bps (akhir tahun lalu 2,27%), karena flight to quality akibat turunnya pasar saham global dan turunnya harga minyak. Sementara di Eropa yield German bund tenor 10 tahun turun 4,2 bps ke level 0,47%.

Pasar SUN menguat, yield SUN tenor 10 tahun turun 1 bps ke level 8,53%. Yield SUN tenor 10 tahun telah turun 21 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 8,74%. IHSG pada penutupan hari Jumat naik 10,79 poin ke level 4.523,97. Sehari setelah teror bom dan turunnya BI rate, pasar saham sempat dibuka naik cukup tinggi hingga mencapai 4.539,27 sebelum mengkuti tren regional yang kemudian menurun. Namun IHSG masih mampu membukukan positive return pada penutupan kemarin. Year to date IHSG membukukan penurunan indeks sebesar 1,5% (IHSG akhir tahun lalu sebesar 4.593,00). Asing membukukan net sell sebesar Rp833 miliar sehingga year to date asing telah membukukan net sell sebesar Rp2,55 triliun Sementara itu, nilai tukar Rupiah sepanjang hari Jumat umumnya menguat namun ditutup sedikit melemah Rp3 ke level Rp13.910 per Dolar AS. NDF 1M melemah Rp86 ke level Rp14.103. Persepsi risiko naik, CDS spread valas 5Y naik 5 bps ke level 255. (*)

Related Posts

News Update

Top News