Kesenjangan Ekonomi di Asia Bakal Semakin Lebar

Kesenjangan Ekonomi di Asia Bakal Semakin Lebar

Jakarta–Masyarakat di negara-negara berkembang mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan individu pada generasi muda, namun kesenjangan ekonomi diperkirakan akan semakin melebar sejalan dengan penelitian MasterCard yang menyebutkan bahwa masyarakat negara-negara berkembang di Asia Pasifik (46.8) cenderung kurang optimis mengenai keadaan dunia bagi generasi selanjutnya, dibandingkan dengan masyarakat di negara maju (68.1).

Dalam indeks ‘Next Generation Well-Being’ pertama kalinya dari MasterCard, hampir 9.000 masyarakat di Asia Pasifik diberikan pertanyaan mengenai pandangan terhadap generasi selanjutnya yang meliputi isu-isu seperti kesetaraan gender dan keuangan, lingkungan, kesehatan, keseimbangan pekerjaan-kehidupan, stress, penyakit, dan kejahatan. Para responden di negara berkembang (71.0) maupun negara maju (90.4) mengekspresikan optimisme yang sama bahwa kesejahteraan individu akan membaik pada generasi selanjutnya.

Namun, pandangan mereka terbagi ketika berbicara mengenai kemajuan/perbaikan terhadap ketidaksetaraan finansial. Masyarakat di negara-negara berkembang di Asia Pasifik mempercayai bahwa kesenjangan antara golongan yang mampu dan kurang mampu cenderung sulit untuk membaik pada tahun-tahun mendatang (17.3), sedangkan masyarakat di negara maju merasa bahwa kesenjangan tersebut akan membaik (62.5).

Masyarakat negara berkembang di Asia Pasifik juga merasakan bahwa ketidaksetaraan gender (21.4), keadaan lingkungan (27.2), serta kejahatan dan kekerasan (38.4) cenderung akan memburuk pada generasi selanjutnya. Negara berkembang lebih pesimis daripada negara maju dalam semua hal terkecuali keseimbangan antara pekerjaan-kehidupan (71.7).

Seiring dengan optimisme akan kesehatan secara keseluruhan (58.8), masyarakat negara berkembang sangat optimis bahwa peningkatan keseimbangan antara pekerjaan-kehidupan merupakan salah satu dari beberapa faktor yang diyakini akan membaik pada generasi selanjutnya. Akan tetapi, masyarakat di negara maju merasa bahwa keseimbangan antara pekerjaan-kehidupan merupakan salah satu dari beberapa faktor di mana masyarakatnya merasa lebih pesimis (60.8), seperti tercermin di Taiwan (41.2) dan Jepang (47.4).

Namun apabila dilihat secara keseluruhan, masyarakat di negara-negara maju merasa paling khawatir terhadap kualitas lingkungan pada generasi selanjutnya (52.8). Secara keseluruhan, masyarakat di Vietnam (36.3), Myanmar (39.8), dan Bangladesh (40.0) merupakan masyarakat yang paling pesimis akan peningkatan kesejahteraan bagi generasi selanjutnya, sementara masyarakat di Taiwan (80.0), diikuti Korea (71.8) dan Hong Kong (69.3), merupakan masyarakat yang paling optimis.

Sementara itu dari sepuluh isu yang diangkat dalam penelitian ini, masyarakat Indonesia memiliki pandangan paling optimis bahwa generasi muda di masa depan akan merasakan perekonomian yang lebih baik (71.2), disusul oleh optimisme akan berkurangnya tekanan keluarga (71.7) serta membaiknya kesehatan di masa depan (67.7).

Group Head, Communications, Asia-Pasifik MasterCard, Georgette Tan, mengungkapkan, Bank Dunia baru-baru ini telah mengumumkan bahwa, untuk pertama kalinya, kurang dari sepuluh persen dari populasi dunia akan hidup dalam kemiskinan pada akhir tahun ini. Kemajuan di Asia Pasifik telah menjadi kunci bagi pengurangan kemiskinan global.

“Namun, masyarakat di kawasan Asia Pasifik meyakini bahwa prospek ekonomi di generasi selanjutnya akan membaik, mereka yang tinggal di negara-negara berkembang sangat khawatir bahwa kesenjangan ekonomi antara yang mampu dan kurang mampu akan meningkat,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 21 Oktober 2015.

Kekhawatiran ini, kata dia, telah merefleksikan realita yang berkembang bahwa, dunia telah mampu menarik jutaan orang dari kemiskinan belakangan ini, serta ketidaksetaraan finansial yang tetap meningkat. Hal ini menjadi penting sebab seiring dengan pertumbuhan negara berkembang, maka setiap orang dapat menikmati dan mampu untuk menuai keuntungan.

“Pertumbuhan inklusif telah menjadi sebuah kunci prinsip dari MasterCard di wilayah tersebut, seperti untuk membantu bank-bank menyediakan jasa finansial bagi mereka yang belum memiliki tabungan, serta membiayai pelatihan kewirausahaan untuk mereka yang ingin memulai bisnis mereka sendiri,” tutupnya. (*) Rezkiana Nisaputra

Related Posts

News Update

Top News