Kenaikan Fed Fund Rate Tetap Dimungkinkan

Kenaikan Fed Fund Rate Tetap Dimungkinkan

oleh Agung Galih Satwiko

 
PASAR saham Asia hari Rabu, 10 Februari 2016 ditutup melemah karena adanya ketidakpastian terkait kebijakan kenaikan tingkat bunga Fed Fund rate. Investor juga masih khawatir dengan tingkat kesehatan perbankan global akibat kebijakan tingkat bunga negatif, di tengah situasi pelambatan ekonomi global. Indeks Nikkei turun 2,31%, STI Singapura turun 1,57%, dan Australia ASX turun 1,17%. Bursa saham China dan Taiwan libur selama seminggu, sementara bursa saham di Hong Kong dan Korea Selatan baru akan buka hari kamis ini. Pasar Eropa ditutup menguat karena investor kembali mengoleksi saham-saham yang telah turun tajam harganya. Saham sector perbankan naik karena harga sudah turun terlalu rendah, dimana saham Deutshce Bank kemarin naik lebih dari 10%. FTSE 100 Inggris naik 0,71%, DAX Jerman naik 1,55%, CAC 40 Perancis naik 1,59% dan IBEX 35 Spanyol naik 2,73%. Pasar ekuitas US ditutup mixed setelah Yellen menyampaikan pandangannya bahwa kondisi terkini kurang mendukung pertumbuhan ekonomi AS, namun tidak menutup kemungkinan akan kenaikan tingkat bunga acuan AS pada tahun ini. DJIA turun 0,62%, S&P 500 index turun 0,02%, dan NASDAQ composite naik 0,35%. Pagi ini pasar Asia dibuka melemah, Nikkei turun 2,31% dan Kospi Korea turun 2,66% (08.00 WIB).

Yellen dalam pidatonya menyatakan bahwa the Fed memantau naiknya risiko yang dihadapi perekonomian AS akhir-akhir ini, namun tidak melihat adanya kepentingan untuk berbalik arah dengan menurunkan tingkat bunga acuan. Yellen menyebutkan bahwa kondisi pasar keuangan telah menjadi kurang mendukung terhadap pertumbuhan ekonomi (“have become less supportive to growth”) namun menambahkan bahwa ekonomi AS akan terus berekspansi. Belanja konsumen yang cukup baik dan pasar tenaga kerja yang solid mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang moderat dan kenaikan tingkat bunga acuan secara bertahap. Namun demikian Yellen kembali menegaskan bahwa kebijakan moneter bukan merupakan kebijakan yang otomatis dalam jalur tertentu, melainkan akan sangat dinamis bergantung pada perkembangan kondisi perekonomian dan pasar keuangan ke depan.

Dari Eropa, data UK industrial output bulan Desember turun 1,1% dibandingkan bulan November. Sementara ekonom memperkirakan penurunan industrial output UK sebesar 0,1%. Total produksi masih sekitar 10% di bawah kapasitas sebelum krisis 2008. Demikian juga data industrial output di Italia yang turun 0,7% pada bulan Desember dibandingkan bulan November. Pelaku pasar memperkirakan penurunan sebesar 0,3%. Di Prancis, data industrial output bulan Desember turun 1,6% dibanding bulan sebelumnya, jauh di bawah ekspektasi pelaku pasar yaitu peningkatan sebesar 0,2%. Data ini melengkapi data turunnya industrial output di Jerman dua hari lalu yang secara umum mencerminkan pelemahan sektor industri Eropa.

Institute for International Finance (IIF) memperkirakan dana keluar dari sistem keuangan China pada bulan Januari 2016 mencapai USD113 miliar, capital outflow terbesar secara bulanan dibandingkan capital outflow bulanan pada tahun 2015, dan juga menunjukkan capital outflow bulanan berturut-turut selama 22 bulan terakhir. Cadangan devisa China akhir bulan lalu turun USD99,5 miliar menjadi USD3,23 triliun. Penurunan cadangan devisa juga terjadi di bulan sebelumnya yaitu sebesar USD107,9 miliar.

Para pengamat mulai membahas faktor apakah yang akan menjadi sumber krisis pasar keuangan berikutnya, apakah kejatuhan saham perusahaan teknologi tinggi, atau kejatuhan harga saham global secara signifikan karena pelemahan ekonomi global di luar sell-off yang terjadi di awal tahun 2016 ini. Berbagai hal tersebut dapat terjadi, namun saat ini kemungkinan terbesar adalah kebangkrutan nasional negara produsen minyak. Krisis pasar keuangan dapat terjadi dengan kebangkrutan negara produsen minyak. Tanda-tanda ke arah tersebut telah terjadi. Azerbaijan sebagai salah satu negara pengekspor minyak terbesar yang berasal dari negara bagian Soviet terdahulu kini telah membuka diskusi dengan IMF untuk memperoleh bantuan keuangan dari IMF. Negara lain seperti Venezuela juga telah mengumumkan keadaan darurat ekonomi. Ekuador juga mengalami tekanan yang sama. Nigeria juga telah meminta bantuan World Bank karena jatuhnya harga minyak yang berdampak pada penurunan ekspor. Dan yang tentunya mengkhawatirkan adalah apabila penurunan harga minyak semakin berdampak pada dua negara besar yaitu Rusia dan Arab Saudi, maka potensi krisis global dapat terjadi. Defisit fiskal Arab Saudi telah mencapai 15% terhadap GDP. Sementara meskipun defisit fiskal Rusia tidak sebesar Arab Saudi, namun pertumbuhan ekonomi Rusia terkontraksi sekitar 3,7%. Mata uang Ruble juga terus melemah terhadap USD. Krisis di level nasional (negara) akan segera ditransmisikan ke krisis sektor perbankan dan juga sektor lainnya.

Harga minyak dunia ditutup mixed, setelah berbagai laporan industrial output menunjukkan penurunan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan semakin menurunnya permintaan terhadap minyak dan semakin naiknya kelebihan suplai minyak. Namun di sisi lain US Energy Information Administration kemarin melaporkan penurunan cadangan minyak US sebesar 800.000 barrel untuk minggu yang berakhir tanggal 5 Februari 2016. Pada perdagangan kemarin, WTI crude Nymex untuk pengiriman Maret turun USD0,49 (1,8%) ke level USD27,45 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman April naik USD0,52 (1,7%) ke level USD30,84 per barrel.

Yield UST turun setelah pidato Yellen yang tidak cukup hawkish untuk menjamin adanya kenaikan Fed Fund Rate secara tegas. Yield UST 10 year turun 2 bps ke level 1,71%, sementara UST 30 year turun 4 bps ke level 2,53%. Sejak awal tahun ini, yield UST 10 year telah turun 56 bps (akhir tahun lalu 2,27%). Spread antara yield UST tenor 10 tahun dengan tenor 2 tahun terus menyempit hingga hanya sekitar 1%. Hal ini menunjukkan adanya curve flattening di AS yang secara umum mengindikasikan investor memperkirakan potensi pelemahan pertumbuhan ekonomi AS dan turunnya inflasi di masa mendatang. Sementara di Eropa yield German bund tenor 10 tahun naik 1 bps ke level 0,24%.

Pasar SUN hari Selasa ditutup menguat, yield SUN tenor 10 tahun turun 4 bps ke level 8,00%. Yield SUN tenor 10 tahun telah turun 74 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 8,74%. IHSG ditutup turun 36,14 poin (0,76%) ke level 4.732,48. IHSG sempat naik hingga mencapai 0,30% pada sesi awal perdagangan sebelum terus menurun dan ditutup pada zona merah. Year to date IHSG membukukan peningkatan indeks sebesar 3,03% (IHSG akhir tahun lalu sebesar 4.593,00). Asing membukukan net sell sebesar Rp0,13 triliun, sehingga year to date asing masih membukukan net buy sebesar Rp0,61 triliun. Sementara itu, nilai tukar Rupiah menguat signifikan, naik Rp157 ke level Rp13.455 per Dolar AS. Rupiah menguat karena pelaku pasar mengantisipasi masuknya dana asing akibat kebijakan tax amnesty dan pernyataan pejabat BI bahwa Rupiah masih undervalue. NDF Rupiah 1M menguat Rp204 ke level Rp13.502 per USD. Persepsi risiko meningkat, CDS spread 5Y naik 8 bps ke level 251.

Secara umum tidak terdapat penggerak dominan pada perdagangan saham maupun obligasi di pasar keuangan global kemarin. Pidato Yellen cukup dovish dengan menyebut adanya perkembangan lemahnya data perekonomian dan volatilitas pasar keuangan terkini membuat the Fed harus memantau secara ketat, namun juga cukup hawkish dengan menyebutkan kenaikan tingkat bunga acuan masih dipertimbangkan. Di sisi lain perkembangan data industrial output di Eropa yang cukup lemah dan naiknya harga saham sektor perbankan di Eropa turut mempengaruhi sentimen investor kemarin. (*)

Related Posts

News Update

Top News