Implementasi Nawa Cita di Perhubungan

Implementasi Nawa Cita di Perhubungan

Eksistensi Kementerian Perhubungan terletak pada keselamatan transportasi. Darto Wiryosukarto

Jakarta–Kementrian Perhubungan (Kemenhub) menganggarkan belanja modal (investasi) selama tahun ini sebesar Rp64,95 triliun sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Anggaran terbesar dialokasikan untuk Direktorat Perhubungan Laut. Ini sejalan dengan program unggulan pemerintah di sektor kemaritiman. Dari total anggaran sebesar itu, 56% diperuntukkan bagi pembangunan pelabuhan dan pengerukan. Selain ke perhubungan laut, anggaran juga dialokasikan ke perkeretaapian, perhubungan udara dan perhubungan darat.

Namun, dengan anggaran sebesar itu, hingga saat ini, yang terlihat jelas dan dirasakan oleh publik baru pembangunan sarana dan prasarana kereta api. Ini pun sebetulnya telah dimulai sejak Ignasius Jonan menjabat sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI).Seperti apa sebetulnya roadmap di Kemenhub pada era Jonan sebagai Menteri Perhubungan? Untuk mengetahui hal itu, Karnoto Mohamad, Darto Wiryosukarto, dan Erman Subekti (fotografer) dari Infobank mewawancarai Jonan di ruang kerjanya, awal Juli lalu. Petikannya:

Anda dikenal publik karena berhasil melakukan “revolusi” pelayanan di PT KAI. Namun, di Kemenhub, orang belum melihat “prestasi” Anda seperti saat memegang KAI. Ini karena memang Anda belum melakukan apa-apa lantaran baru menjabat atau karena publik tidak tahu yang sudah Anda lakukan?
Waktu saya masuk kereta api (PT KAI), itu juga perlu waktu untuk transisi, untuk perbaikan internal yang tidak menarik untuk diceritakan. Itu kira-kira waktunya satu tahun setengah. Setelah itu, diadakan perubahan fundamental dan terus, walaupun saya tidak ada di situ. Mudah-mudahan begitu. Saya selalu percaya bahwa perbaikan itu, terutama pelayanan publik, harus dimulai dari internal. Internalnya dulu dibenahi, enggak usah sampai 100 nilainya. Misalnya, saya masuk itu nilainya 60, ya coba kita benahi sampai 75 dulu, baru setelah itu perbaikan-perbaikan layanan publik.

Apakah di Kemenhub Anda perlu waktu 1,5 tahun?
Di sini (Kemenhub), saya baru bulan kesembilan. Apakah butuh 1,5 tahun? Saya kira, tidak. Karena, ini organisasinya adalah organisasi regulasi, regulator. Kalau organisasi operator itu lebih berat karena pekerjaan fisiknya di lapangan banyak sekali, teknis sekali. Saya bilang sama teman-teman di sini, kita setahun deh. Setahun itu kapan? Kira-kira setahun itu sampai dengan September (2015). Nah, ini tes besar sekarang, operasi Lebaran. Makanya, kalau enggak kelihatan, saya kira memang belum kelihatan. Namun, organisasi regulasi itu tidak bisa terlalu kelihatan seperti organisasi operator. Kalau operator, langsung bersentuhan dengan masyarakat.

Selama ini soal perizinan menjadi momok di Kemenhub. Bagaimana pada era Anda?
Perizinan saya kira sejak enam bulan terakhir sudah membaik. Cepat sekali dibandingkan dengan proses yang sebelumnya. Saya enggak bilang proses yang sebelumnya jelek. Namun, ini tingkat speed saja. Kalau dokumen, masih ada menteri yang bikin peraturan sendiri bahwa kalau sampai ke menteri itu maksimum lima hari kerja. Enggak ada saya kira. Enggak banyak yang begitu. Saya bikin, masuk ke saya, selama saya ada di Jakarta, pasti kira-kira satu-dua hari sudah paling lama, kecuali saya minta penjelasan. Itu satu.

Dua, perbaikannya apa. Soal transportation safety, keselamatan transportasi. Ini penting karena jiwa dari kementerian ini, kenapa kementerian ini harus ada, ini yang penting. Menurut saya, keselamatan transportasi menjadi domain utama dari eksistensi kementerian ini. Yang lain boleh enggak ada. Misalnya, pembangunan bandara (bandar udara) baru, pelabuhan baru, itu boleh saja dibuang kalau suatu hari sudah enggak perlu. Itu ‘kan tambahan tugas pembangunan nasional. (bersambung ke halaman selanjutnya)

Related Posts

News Update

Top News