Imbas RIM, Kredit UMKM Bisa Beralih ke Obligasi

Imbas RIM, Kredit UMKM Bisa Beralih ke Obligasi

Jakarta – Kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mengeluarkan aturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dikhawatirkan bakal mendorong perbankan lebih memilih membeli Surat-Surat Berharga (SSB) ketimbang menyalurkan kredit. Lewat kebijakan ini, bank-bank tak dibatasi untuk membeli SSB seperti obligasi sebagai unsur pembiayaan bank.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Pengamat Ekonomi Indef, Bhima Yudistira Adhinegara dalam diskusi yang bertema “Wajah Baru dan Tantangan Perbankan di Zaman Now” di Jakarta, Jumat, 6 April 2018. Menurutnya, lewat kebijakan BI tersebut, bank bakal lebih memilih membeli obligasi lantaran risiko yang lebih minim ketimbang kredit.

Terlebih, kata dia, kredit di sektor-sektor yang memiliki risiko tinggi seperti di sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), bakal memicu bank-bank untuk beralih ke pembelian surat berharga ketimbang menyalurkan kredit. Hal ini tentu akan berdampak pada arahan BI yang meminta perbankan untuk bisa meningkatkan porsi kredit UMKMnya.

“Apalagi kalau bank BUKU III dan IV itu mereka gak masuk fokus ke sektor UMKM. Mereka pasti akan balik lagi fokus ke kredit korporasi. Jadi bank lebih baik ngumpulin obligasi saja. Obligasikan lebih aman, risiko lebih kecil dibanding salurkan kredit,” ujar Bhima.

Dirinya juga mempertanyakan kebijakan BI yang membebaskan dan tidak membatasi perbankan untuk membeli Surat Berharga. Selama ini, kepemilikan Surat Berharga oleh perbankan baru mencapai 0,99 persen atau Rp46 triliun dari total penyaluran kredit perbankan yang berkisar Rp4.600 triliun. Dengan demikian, bank bisa membeli obligasi sebanyak mungkin.

Baca juga: BI Yakin Tetap Andalkan Kredit Dibanding Obligasi

“Inikan sesuai dengan arahan BI yang inginnya begitu. Obligasikan lebih aman, risiko lebih kecil dibanding salurkan kredit. Saya juga gak tau maksudnya BI kenapa didorong seperti itu,” tanyanya.

BI mengeluarkan kebijakan RIM bertujuan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan kepada sektor riil sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Namun BI memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak akan signifikan mengurangi jumlah kredit yang disalurkan bank ke nasabah.

Dalam ketentuan yang diterbitkan, ditetapkan RIM dengan target kisaran 80-92 persen baik untuk Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan memperluas komponen pembiayaan yang memasukkan Surat-Surat Berharga yang dibeli oleh BUK, BUS, dan UUS, dan memperluas komponen simpanan dengan memasukkan SSB yang diterbitkan oleh BUS dan UUS.

RIM merupakan parameter baru untuk menggantikan parameter rasio pendanaan terhadap simpanan (LFR). Perbedaan mendasar dari RIM dibanding LFR adalah perbankan dapat menyalurkan kredit atau pembiayaan dengan cara membeli obligasi korporasi, dan tidak hanya dengan menyalurkan pembiayaan kredit ke nasabah saja. Dengan begitu penyaluran kredit bank bakal lebih tertopang.

Adapun obligasi korporasi yang dapat dihitung sebagai kredit harus memenuhi beberapa ketentuan, yakni obligasi yang berperingkat layak investasi, dan juga diterbitkan bukan oleh perbankan maupun sektor keuangan non-bank. (*)

Related Posts

News Update

Top News