IFC Identifikasi $29 Triliun Peluang Investasi Perbaikan Iklim di Perkotaan

IFC Identifikasi $29 Triliun Peluang Investasi Perbaikan Iklim di Perkotaan

Jakarta — Kota-kota di pasar negara berkembang memiliki potensi untuk menarik lebih dari $29,4 triliun investasi terkait iklim di enam sektor utama sampai dengan tahun 2030, demikian menurut laporan terbaru IFC, bagian organisasi Bank Dunia.

Laporan ini menganalisis target perbaikan iklim kota dan rencana kegiatan di enam kawasan, mengidentifikasi peluang di sektor-sektor prioritas seperti bangunan ramah lingkungan, atau bangunan hijau, transportasi umum, kendaraan listrik, limbah, air, dan energi terbarukan.

Laporan ini juga menyoroti pendekatan inovatif yang telah digunakan oleh kota-kota seperti obligasi ramah lingkungan dan KPS (Kemitraan Pemerintah Swasta) untuk menarik investor swasta dan membangun perkotaan yang berkesinambungan.

“Perkotaan adalah langkah berikutnya untuk investasi iklim, dengan adanya triliunan dolar peluang yang belum dimanfaatkan. Untuk mewujudkan janji kota-kota peduli iklim, sektor publik perlu melakukan reformasi yang bertujuan untuk menarik lebih banyak peran serta dari sektor swasta.” kata CEO IFC Philippe Le Houérou.

Dengan lebih dari separuh penduduk dunia saat ini tinggal di daerah urban, perkotaan mengkonsumsi lebih dari dua pertiga sumber energi dan menghasilkan lebih dari 70 persen emisi karbon dioksida secara global.

Menurut Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), cara perkotaan mengatasi perubahan iklim akan menjadi penting bagi upaya untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius.

Jakarta sendiri sebagai ibu Kota Indonesia mewakili hampir $ 30 miliar peluang investasi, terutama di gedung-gedung hijau (ramah lingkungan), kendaraan listrik, dan energi terbarukan.

Baca juga: Boediono: Perang Dagang Bisa Tingkatkan Investasi RI

Secara global, bangunan ramah lingkungan akan berpeluang investasi perbaikan iklim di perkotaan senilai $ 24,7 triliun. Potensi investasi yang signifikan dapat dihasilkan dari transportasi rendah karbon seperti transportasi umum hemat energi ($ 1 triliun) dan kendaraan listrik ($ 1,6 triliun). Pada saat yang sama, energi ramah lingkungan ($ 842 miliar), air ($ 1 triliun), dan limbah ($ 200 miliar) tetap merupakan komponen penting dari pembangunan kota yang berkelanjutan.

“Dengan perkiraan pesatnya peningkatan urbanisasi di Asia, akan ada ada lebih banyak kesempatan untuk transisi ke kegiatan rendah karbon, yang menyumbang bagian besar dari PDB di wilayah tersebut,” kata Direktur Regional IFC untuk Asia Timur dan Pasifik, Vivek Pathak.

Azam Khan, Country Manager untuk Indonesia, Malaysia dan Timor Leste juga mengatakan, IFC menawarkan layanan investasi, konsultasi, dan manajemen aset untuk mendorong keterlibatan sektor swasta yang akan dibutuhkan untuk menunjang peluang investasi iklim di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Laporan ini memperkirakan potensi investasi bangunan ramah lingkungan di Jakarta adalah $ 16 miliar; dalam limbah sebesar $ 725 juta; transportasi umum sebesar $ 660 juta; energi terbarukan sebesar $ 3 miliar; air bersih sebesar $ 3 miliar dan kendaraan listrik sebesar $ 7 miliar.

“Salah satu ambisi utama kami adalah menjadikan kota Jakarta lebih bersih dan kami dapat mengatasi ini dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah melalui bangunan ramah lingkungan. Peraturan wajib untuk kode bangunan ramah lingkungan disahkan beberapa tahun yang lalu, yang akan membantu mengurangi konsumsi energi dan air secara substansial,” kata Oswar Mungkasa, Deputi Gubernur Jakarta untuk Perencanaan Tata Ruang dan Lingkungan.

Oswar menambahkan, karena peraturan ini, penghematan biaya energi berpotensi mencapai $ 90 juta per tahun. Selain itu, pihaknya juga ingin Jakarta dikenal sebagai kota yang unggul untuk bangunan ramah lingkungan. (*)

Related Posts

News Update

Top News