Efek Guncangan Teror Terhadap IHSG dan Rupiah

Efek Guncangan Teror Terhadap IHSG dan Rupiah

oleh Inka Yusgiantoro

SETELAH drama bursa saham Tiongkok mengguncang pasar keuangan global pada awal minggu ini, kini giliran pasar keuangan domestik terguncang oleh teror keamanan di pusat kota Jakarta.

Setelah berita ledakan bom pertama mencuat Kamis pagi sekitar pukul 10.30 WIB, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS melonjak hampir 100 poin ke level Rp13.970 sebelum menguat kembali seiring dengan perkembangan positif terhadap berakhirnya insiden terorisme pertama di Indonesia sejak enam tahun yang lalu.

Dampak sentimen negatif turut menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 80 poin ke level 4.460. Namun, arah sentimen pasar berubah pada siang hari setelah Bank Indonesia mengumumkan penurunan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,25 persen. Relaksasi kebijakan moneter ini merupakan yang pertama kali dilakukan sejak 11 bulan yang lalu, dan sentimen positif pasar berhasil mendongkrak kembali IHSG ke level 4.513 pada akhir sesi perdagangan.

Jika pasar saham domestik menangkap sinyal positif terhadap penurunan BI rate, lain halnya dengan pasar nilai tukar Rupiah. Walaupun Rupiah terhadap Dolar AS sempat menguat setelah pengumuman penurunan BI rate, kekuatan pasar tidak dapat terbendung sehingga Rupiah kembali melemah ke level Rp13.912 terhadap Dolar AS pada akhir sesi perdagangan.

 

IMG-20160115-WA0004(1)

 

Pelemahan Rupiah ini merupakan konsekuensi dari perubahan spread tingkat suku bunga BI rate dengan US Federal Funds rate yang menyempit, sehingga terjadi perubahan ekspektasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS sesuai dengan teori paritas tingkat bunga.

Namun, tren Rupiah ke depan tentunya akan bergantung kepada pergerakan arus dana asing di pasar keuangan dan kondisi fundamental perekonomian. Bagi pelaku usaha di sektor riil, harapan baru di tahun 2016 ini adalah perubahan paradigma Bank Indonesia dalam memprioritaskan pertumbuhan diatas stabilitas, serta tindak lanjut upaya industri perbankan menurunkan suku bunga kredit pinjamannya dalam menggerakkan kembali sektor riil untuk meningkatkan investasi dan ekspansi usaha di Indonesia. (*)

 

 

Penulis adalah Analis Eksekutif OJK (artikel merupakan pendapat pribadi).

Related Posts

News Update

Top News