Di IMF-WB 2018, Menkeu Bagi Pengalaman Kembangkan Keuangan Syariah

Di IMF-WB 2018, Menkeu Bagi Pengalaman Kembangkan Keuangan Syariah

Nusa Dua – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memaparkan pengalaman Indonesia dalam mengoptimalkan peran instrumen keuangan syariah di Pertemuan Tahunan International Monetary Fund dan World Bank (IMF-WB) 2018. Menurutnya, instrumen keuangan Islam sudah menjadi bagian penting dari pembangunan nasional.

Menkeu mengatakan, bahwa surat berharga syariah negara retail atau sukuk misalnya, saat ini menjadi instrumen terpenting pemerintah yang salah satunya untuk pengembangan keuangan syariah. Dalam konteks global dimana kondisi ekonomi dunia yang masih belum menentu, peran keuangan syariag menjadi semakin dibutuhkan.

“Untuk menjawab tantangan global, industri keuangan syariah menawarkan peluang besar dalam mencapai sasaran pembangunan berkelanjutan. Hal ini tentu relevan dengan program yang tiga tahun lalu dicanangkan Bank Dunia, yakni Sustainable Development Goals (SDGs),” ujar Menkeu dalam seminar Mainstreaming Islamic Finance into Global Initiatives, di Nusa Dua, Bali, Minggu, 14 Oktober 2018.

Menurutnya, Indonesia tidak hanya fokus pada pengembangan industri keuangan Islam yang bersifat komersial, tapi juga pada keuangan Islam yang bersifat sosial. “Ini adalah instrumen efektif untuk mengurangi kemiskian dan mengatasi ketidaksetaraan, dengan cara memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, memberdayakan masyarakat berpendapatan rendah, dan tentu membuka akses pada dunia bisnis,” paparnya.

Karena itu, Indonesia melalui Bank Indonesia yang bekerjasama dengan Islamic Development Bank (IDB) tengah mengembangkan Zakat Core Principles dan Waqf Core Principles. “Integrasi antara sukuk dan wakaf adalah inovasi yang menarik dalam keuangan Islam,” ucap Menkeu.

Sukuk berpotensi sebagai instrumen untuk memobilisasi dana, sementara wakaf memiliki kapasitas untuk mendapatkan income dan aktifitas keuangan yang produktif. “Karena itu, kolaborasi antara sukuk dan wakaf dapat menjadi inovasi dalam menyediakan pembiayaan berbiaya rendah untuk menjalankan keberlanjutan ekonomi,” jelasnya.

Sementara, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan bahwa perlu upaya untuk mengoptimalkan keuangan Islamic social finance untuk mencapai pertumbuhan yang inklusif. Prinsip keuangan Islam sangat cocok dalam aktivitas SDGs dan inklusi keuangan, serta pengembangan usaha kecil dan menengah.

“Kami di BI bersama IDB, Baznas, telah membuat zakat core initiative pada bulan Mei 2016. Ini perlu regulasi yang terintegrasi. Inisiatifnya dikenalkan di seluruh dunia, termasuk Indonesia,” tutup Gubernur BI. (*)

Related Posts

News Update

Top News