Data Kartu Kredit Diintip, Nasabah Resah

Data Kartu Kredit Diintip, Nasabah Resah

Jakarta–Berbagai reaksi nasabah muncul ketika mendengar aturan baru Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2016. Aturan yang mewajibkan penerbit kartu kredit melaporkan detail transaksi kartu kredit nasabahnya tersebut menimbulkan kekhawatiran para nasabah.

Febrina (25) mengatakan, aturan pelaporan transaksi semestinya tidak berlaku untuk semua pengguna kartu. Menurut pemegang kartu kredit CIMB Niaga tersebut, pengguna kartu kredit yang seharusnya diincar Pemerintah adalah pemegang kartu kredit dengan limit tinggi, di atas Rp10 juta, misalnya.

Sedangkan untuk pemegang kartu dengan limit kecil seperti dirinya menurutnya tidak perlu melaporkan transaksi. Pasalnya aturan tersebut dianggap mengganggu privasi. “Kalau gue paling beli celana. Itu juga dijadiin cicilan,” ujar Febrina pada Infobanknews.com, Senin, 4 April 2016.

Dia berencana menutup kartu kreditnya yang sekarang limit transaksinya hanya Rp3 juta itu, jika aturan tersebut benar-benar diterapkan oleh Pemerintah. “Tetap (mau tutup) kalau kebijakan itu jadi. Kalau enggak atau ada kelonggaran, ya enggak jadi tutup,” tambahnya.

Senada, Gita Rosiana (30) juga merasa keberatan dengan aturan pelaporan transaksi yang dianggapnya mengganggu privasi. Menurutnya, pelaporan transaksi seharusnya hanya dikenakan pada transaksi di atas batas maksimal nilai tertentu bukan untuk seluruh transaksi.

“Jadi kalau transaksi di atas batas minimal berapa gitu baru dilaporkan, Kalau cuma buat makan di restoran doang buat apa,” kata Gita pada Infobanknews.com.

Meski begitu ia menyambut baik aturan tersebut sehingga jika ada transaksi tidak wajar dapat diketahui oleh Otoritas yang berwenang. Ia juga tidak berencana menutup kartu kreditnya jika aturan tersebut diberlakukan. Namun, ia akan membatasi penggunaan kartu kreditnya jika aturan tersebut diberlakukan.

“Paling enggak gue pakai kartu kreditnya. Kalau kena biaya admin gue tutup,” tandas Gita.

Setali tiga uang, Yanti (27) mengaku tidak setuju dengan kebijakan tersebut. “Gue enggak suka data gue dilihat. Itu kan privasi. Lagian kadang transaksi kartu kredit enggak selalu untuk kebutuhan pribadi, bisa jadi ada transaksi teman atau apa yang pinjam lewat kartu kredit kita,” katanya.

Kendati demikian dia tidak berencana menutup kartu kreditnya, karena nilai transaksinya masih kecil.

Terpisah, General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Marta mengatakan, pelaporan mendetail yang diminta oleh Dirjen Pajak tersebut memang baru pertama kali ini akan diberlakukan.

Selama ini pelaporan penerbit kartu tidak sedetail aturan baru yang mewajibkan penerbit kartu kredit melaporkan data dari nasabah yang bersumber dari billing statement atau tagihan. Di antaranya meliputi nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian dan nilai transaksi dan pagu kredit.

“Ini bahkan pertama kali cukup lengkap dan detail. Selama ini kan berbagai macam laporan tapi enggak pernah pelaporan untuk setiap pemegang kartu,” kata Steve pada Infobanknews.com akhir pekan kemarin.

Ia mengatakan, dengan pelaporan sedetail itu, penerbit kartu meminta jaminan keamanan data nasabah. Para penerbit kartu menurutnya, perlu mengetahui perlakuan data tersebut karena data yang dilaporkan sangat detail

“Kita minta keamanan data. Jadi kami ini kan cukup lengkap datanya, bagaimana perlakuannya itu harus jelas, bukannya mempertanyakan Ditjen Pajak ya, tapi kita kan juga punya tanggungjawab pada nasabah,” imbuh Steve.

Memang diakuinya, aturan tersebut kemungkinan akan membuat nasabah khawatir, bukan berarti karena nasabah takut diketahui tidak membayar pajak, namun karena sifat orang Indonesia yang preventif. (*) Ria Martati

 

Editor: Paulus Yoga

Related Posts

News Update

Top News