Rating 118 Bank: “Bersiaplah Mengatasi Bencana Kredit Macet”

Rating 118 Bank: “Bersiaplah Mengatasi Bencana Kredit Macet”

Ancaman NPL di kala pelambatan perekonomian nasional harus diperhatikan industri perbankan dengan lebih seksama. Paulus Yoga

Jakarta–Tantangan berat menghadang industri perbankan pada 2015. Bank-bank masih berada di jalur lambat dan diwarnai kenaikan kredit macet. Perlambatan kredit pada 2014 yang hanya 11,65% dan pelemahan sektor riil akibat kondisi perekonomian yang lesu telah menurunkan kualitas kredit perbankan. Bank-bank yang non performing loan (NPL)-nya di atas 5% harus segera merestrukturisasi kredit macetnya sambil memanfaatkan ruang pertumbuhan ekonomi yang sempit dengan melempar kredit baru.

“Bank-bank harus menahan laju kredit macet, meningkatkan cadangannya, dan mempertahankan rasio kecukupan modalnya agar tetap bisa memanfaatkan ruang pertumbuhan kreditnya tahun ini,” ujar Eko B Supriyanto, Direktur Biro Riset Infobank di Jakarta, belum lama ini.

Di samping itu, bank-bank juga harus bisa menjaga cost of fund untuk mempertahankan margin dan dan melakukan efisiensi, sehingga peluang untuk mencetak untung lebih baik. Eko B. Supriyanto menambahkan, dengan menjaga kualitas kreditnya dan terus mengucurkan kredit baru laba perbankan selama 2015 masih tumbuh karena net interest margin (NIM) perbankan Indonesia masih relatif tebal.

“Mayoritas pendapatan perbankan berasal dari pendapatan bunga bersih dan NIM perbankan masih cukup tebal. Jadi kendati terjadi tren perlambatan pertumbuhan laba, bank-bank yang mampu meningkatkan aset produktifnya dan efisiensi, masih bisa meraih pertumbuhan laba,” ujar Eko.

Demikian, antara lain, hasil kajian tahunan Biro Riset InfoBank yang tertuang dalam “Rating 118 Bank versi InfoBank 2015”. Biro Riset InfoBank melakukan kajian terhadap 118 bank berdasarkan laporan keuangan per Desember 2014 yang dipublikasikan. Kajian ini didasarkan pada tujuh kriteria: (1) Profil Risiko; (2) Good Corporate Governance (GCG); (3) Permodalan, yaitu capital adequacy ratio (CAR) dan pertumbuhan modal inti; (4) Kualitas Aset, yaitu NPL dan pertumbuhan kredit yang diberikan; (5) Rentabilitas, yaitu return on assets (ROA), return on equity (ROE), dan pertumbuhan laba tahun berjalan; (6) Likuiditas, yaitu loan to deposit ratio (LDR), pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), dan dana murah dibandingkan dengan DPK; serta (7) Efisiensi, yaitu beban operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional (BO/PO) dan NIM.

Kajian Biro Riset InfoBank membagi bank dalam empat kategori bank berdasarkan kegiatan usaha (BUKU), yaitu bank-bank dengan modal inti di atas Rp30 triliun (BUKU-4); bank-bank dengan modal inti Rp5 triliun sampai dengan di bawah Rp30 triliun (BUKU-3); bank-bank dengan modal inti Rp1 triliun sampai dengan di bawah Rp5 triliun (BUKU-2); dan bank-bank dengan modal inti di bawah Rp1 triliun (BUKU-1). Masing-masing kategori dikelompokkan lagi berdasarkan aset, yaitu bank beraset Rp100 triliun ke atas;  bank beraset Rp50 triliun sampai di bawah Rp100 triliun; bank beraset Rp25 triliun sampai di bawah Rp50 triliun; bank beraset Rp10 triliun sampai di bawah Rp25 triliun, bank beraset Rp5 triliun sampai di bawah Rp10 triliun; bank beraset Rp2,5 triliun sampai di bawah Rp5 triliun; dan bank beraset di bawah Rp2,5 triliun.

Dari hasil kajian Biro Riset InfoBank kali ini, 65 bank berpredikat Sangat Bagus, 25 bank berpredikat Bagus, 9 bank berpredikat Cukup Bagus dan 2 bank berpredikat Tidak Bagus.  Sementara itu, ada 17 bank yang tidak di-rating karena sebagian besar tidak bersedia mengemukakan profil manajemen risikonya.

Empat bank di BUKU 4 yang semua beraset di atas Rp400 triliun semuanya berhasil menyabet predikat Sangat Bagus, dengan skor secara berurutan yaitu (1) Bank Rakyat Indonesia(95,81); (2) Bank Central Asia (95,11); (3) Bank Mandiri (94,54); (4) Bank Negara Indonesia (91,35).

Sedangkan kategori bank BUKU-3 di kelas aset Rp100 triliun ke atas; tiga peraih skor tertinggi secara berurutan adalah (1) PaninBank (89,46); (2) Bank OCBC NISP (89,28); (3) Bank CIMB Niaga (86,49).

Kategori bank BUKU-3 di kelas aset Rp50 triliun sampai di bawah Rp100 triliun; tiga peraih skor tertinggi secara berurutan adalah (1) Bank BTPN (88,54); (2) Bank Bukopin (84,96); (3) Bank BJB (84,44).

Kategori bank BUKU-3 di kelas aset di bawah Rp50 triliun; tiga peraih skor tertinggi secara berurutan adalah (1) Bank Jatim (91,07); (2) Bank ANZ Indonesia (88,56); (3) Bank Mizuho Indonesia (86,46).

Kategori bank BUKU-2 di kelas aset Rp25 triliun ke atas; tiga peraih skor tertinggi secara berurutan adalah (1) Bank Jateng (90,50); (2) Bank Mayapada (88,46); (3) Bank ICBC Indonesia (84,74).

Kategori bank BUKU-2 di kelas aset Rp10 triliun sampai di bawah Rp25 triliun; tiga peraih skor tertinggi secara berurutan adalah (1) Bank BPD Bali (93,39); (2) Bank CTBC Indonesia (92,52); (3) Bank BPD Kalsel (91,05).

Kategori bank BUKU-2 di kelas aset di bawah Rp10 triliun; tiga peraih skor tertinggi secara berurutan adalah (1) Bank NTT (92,31); (2) Bank Panin Syariah (91,42); (3) Bank Mas (87,84).

Kategori bank BUKU-1 di kelas aset Rp5 triliun ke atas; tiga peraih skor tertinggi secara berurutan adalah (1) Bank BPD DIY (93,25); (2) Bank of India Indonesia (92,14); (3) Bank Lampung (91,56).

Kategori bank BUKU-1 di kelas aset Rp2,5 triliun sampai di bawah Rp5 triliun; tiga peraih skor tertinggi secara berurutan adalah (1) Bank Bengkulu (89,74); (2) Bank Sulteng (88,29); (3) Bank Pembangunan Kalteng (86,69).

Kategori bank BUKU-1 di kelas aset di bawah Rp2,5 triliun; tiga peraih skor tertinggi secara berurutan adalah (1) Bank Mantap (97,32); (2) RoyalBank (89,17); (3) Bank Ina Perdana (87,80).

Sedangkan kategori bank asing yang bisa di-rating dan berhasil meraih predikat Sangat Bagus adalah Bangkok Bank dan JP Morgan Chase Bank.

Biro Riset Infobank memprediksi bahwa upaya bank-bank untuk mempertahankan kinerjanya tahun ini tidak mudah. Banyak bank akan sibuk melakukan restrukturisasi kredit macet dan ruang untuk mencetak laba menjadi terbatas. “Laba bank juga akan melambat akibat terbentur kredit macet yang mengganggu pertumbuhan pendapatan bunga. Era ekspansi dan kejar-kejaran kredit sudah berakhir, dan bank lebih berebut market share antarbank,” pungkas Eko B Supriyanto. (*)

@bangbulus

Related Posts

News Update

Top News