April 2017, DKI Jakarta Deflasi 0,02%

April 2017, DKI Jakarta Deflasi 0,02%

Jakarta–Tekanan harga di Provinsi DKI Jakarta pada bulan keempat tahun 2017 kembali turun, yang ditunjukkan dengan deflasi. Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi DKI Jakarta mencatat, pada April 2017 Jakarta mengalami deflasi sebesar 0,02 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).

Menurut Kepala Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta, Doni P. Joewono, realisasi ini lebih rendah dibanding dengan rata-rata tiga tahun sebelumnya yang mengalami inflasi 0,01 persen, dan juga dari inflasi nasional 0,09 persen (mtm). Dengan demikian laju inflasi DKI Jakarta sejak awal tahun tercatat 1,35 persen di tahun berjalan (ytd) atau 3,70 persen secara tahunan (yoy).

Deflasi yang dalam pada kelompok bahan makanan telah menahan dampak inflasi akibat pencabutan subsidi listrik pelanggan 900VA tahap II pada pelanggan pasca-bayar. Sementara itu, turunnya harga sebagian besar kelompok volatile food menjadi faktor pendorong deflasi April 2017. Harga bumbu-bumbuan yang kembali turun menjadi penyebab utama deflasi volatile food.

Dia mengungkapkan, bahwa untuk harga cabai merah, bawang merah dan cabai rawit masing-masing mengalami penurunan sebesar 16,71 persen (mtm), 9,38 persen (mtm) dan 23,62 persen (mtm). Kondisi pasokan yang terus meningkat dan distribusi yang lancar telah menyebabkan tren penurunan harga berlanjut. Sehingga Indeks Harga Konsumen (IHK) di Jakarta menunjukkan deflasi.

Dia menilai, kebijakan Kementerian Perdagangan melalui penerapan harga eceran tertinggi (HET) pada minyak goreng, gula pasir dan daging beku turut berkontribusi terhadap penurunan harga masing-masing komoditas tersebut berturut-turut sebesar 3,67 persen (mtm), 4,54 persen (mtm), dan 3,63 persen (mtm). Selain itu, penurunan harga kembali terjadi pada komoditas beras. Indeks harga beras turun sebesar 0,03 persen (mtm).

“Langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menjaga kesinambungan dan manajemen stok beras yang baik, serta ekspektasi masyarakat yang positif bahwa pemerintah mampu menjaga kestabilan harga beras merupakan faktor-faktor pendukung terkendalinya harga beras di pasar,” ujar Doni.

Pada kelompok administered prices, pencabutan subsidi listrik pelanggan 900VA tahap II pada Maret 2017, masih memengaruhi tarif listrik April 2017, terutama untuk pengguna listrik pascabayar. Tarif listrik April 2017 mengalami kenaikan sebesar 1,71 persen (mtm). Namun, kenaikan tarif listrik ini dibarengi dengan turunnya biaya angkutan udara sebesar 2,97 persen (mtm), sehingga menahan laju inflasi kelompok administered prices secara keseluruhan.

Sedangkan untuk inflasi inti pada April 2017 bergerak relatif stabil, meski sedikit meningkat dari bulan sebelumnya. Dampak tidak langsung dari kebijakan pencabutan subsidi listrik 900VA tahap II pada komoditas kelompok inflasi inti relatif tidak banyak. Komoditas kelompok inflasi inti yang terdampak dari kebijakan tersebut adalah harga sewa rumah, yang mengalami kenaikan sebesar 0,59 persen (mtm).

Sementara itu, indeks harga emas perhiasan naik sebesar 1,87 persen (mtm), yang didorong oleh kenaikan harga emas internasional. Hal ini menjadi salah satu pendorong terjadinya inflasi pada kelompok inti. Melihat kebijakan pemerintah terkait harga-harga komoditas energi serta perkembangan harga-harga dan pantauan terhadap beberapa komoditas di pasar-pasar di Jakarta, diperkirakan pada bulan Mei 2017 Jakarta mengalami inflasi.

Pencabutan subsidi listrik 900VA tahap III yang dilakukan pada awal Mei 2017 menjadi salah satu faktor penyebabnya. Adapun perkembangan harga pangan akan menjadi perhatian, karena terdapat potensi meningkatnya tekanan permintaan, sesuai polanya mendekati bulan Ramadhan dan Lebaran.

Untuk menghadapi meningkatnya tekanan permintaan masyarakat terhadap bahan-bahan pangan jelang bulan Ramadhan, berbagai persiapan telah dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jakarta. Langkah awal yang telah dilaksanakan adalah pemetaan kebutuhan bahan pangan masyarakat selama bulan puasa dan masa Lebaran. Hal ini penting untuk dapat mengetahui volume bahan pangan yang perlu tersedia bagi masyarakat.

Berdasarkan hasil pemetaan ini telah disusun strategi manajemen stok pangan, pengadaan, serta distribusi pangan yang efektif. Dalam menjalankan strategi tersebut TPID Jakarta melakukan koordinasi yang semakin intens tidak hanya dengan BUMD pangan, tetapi juga dengan Kementerian terkait.

Dengan berbagai upaya tersebut Jakarta akan siap melayani kebutuhan pangan pokok masyarakat selama bulan Ramadhan dan Lebaran secara cukup dalam kuantitas, terjaga kualitasnya dan terjangkau harganya. Hal tersebut kemudian akan berdampak positif pada tetap terjaganya inflasi Jakarta secara khusus, dan inflasi nasional secara umum. (*)

 

 

Editor: Paulus Yoga

Related Posts

News Update

Top News